sponsor

kapitacare

Your Ad Here

Saturday, April 24, 2010

Apa itu skripsi ??

1. Pengertian Skripsi :

Skripsi dapat diartikan sebagai karya tulis yang disusun oleh seorang mahasiswa yang telah menyelesaikan kurang lebih 135 sks dengan dibimbing oleh Dosen Pembimbing Utama dan Dosen Pembimbing II sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Pendidiksan S1 (Sarjana).

2. TUJUAN SKRIPSI

Tujuan dalam Penulisan Skripsi adalah memberikan pemahaman terhadap mahasiswa agar dapat berpikir secara logis dan ilmiah dalam menguraikan dan membahas suatu permasalahan serta dapat menuangkannya secara sistematis dan terstruktur.

3. ISI DAN MATERI

Isi dari Penulisan Skripsi diharapkan memenuhi aspek-aspek di bawah ini :

1. Relevan dengan jurusan dari mahasiswa yang bersangkutan.

2. Mempunyai pokok permasalahan yang jelas.

3. Masalah dibatasi, sesempit mungkin.


4. BENTUK LAPORAN PENULISAN SKRIPSI.

Bentuk laporan penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi, Program Studi Manajemen dan Akuntansi untuk jenjang Akademik Strata Satu terdiri dari:

A. Bagian Awal.
Bagian Awal ini terdiri dari: Halaman Judul
Lembar Pernyataan
Lembar Pengesahan
Abstraksi
Halaman Kata Pengantar
Halaman Daftar Isi
Halaman Daftar Tabel
Halaman Daftar Gambar: Grafik, Diagram, Bagan, Peta dan sebagainya

B. Bagian Tengah.
Bagian tengah ini terdiri dari: Bab Pendahuluan
Bab Landasan Teori
Metode Penelitian.
Bab Analisis Data dan Pembahasan
Bab Kesimpulan dan Saran

C. Bagian Akhir.
Bagian akhir terdiri dari: Daftar Pustaka
Lampiran 

Penjelasan secara terinci dari Struktur Penulisan Skripsi dapat dilihat sebagai berikut :

A. Bagian Awal.

Pada bagian ini berisi hal-hal yang berhubungan dengan penulisan skripsi yakni sebagai berikut :

1. Halaman Judul

Ditulis sesuai dengan cover depan Penulisan Skripsi standar Universitas Gunadarma.

2. Lembar Pernyataan

Yakni merupakan halaman yang berisi pernyataan bahwa penulisan skripsi ini merupakan hasil karya sendiri bukan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap hasil karya orang lain.

3. Lembar Pengesahan

Pada Lembar Pengesahan ini berisi Daftar Komisi Pembimbing, Daftar Nama Panitia Ujian yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota. Pada Bagian bawah sendiri juga disertai tanda tangan Pembimbing dan Kepala Bagian Sidang Sarjana.

4. Abstraksi

Yakni berisi ringkasan tentang hasil dan pembahasan secara garis besar dari Penulisan Skripsi dengan maximal 1 halaman.

5. Kata Pengantar

Berisi ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan serta dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan Skripsi (a.l. Rektor, Dekan, Ketua Jurusan, Pembimbing, Perusahaan, dll ).

6. Halaman Daftar Isi

Berisi semua informasi secara garis besar dan disusun berdasarkan urut nomor halaman.

7. Halaman Daftar Tabel

8. Halaman Daftar Gambar, Daftar Grafik, Daftar Diagram

B. Bagian Tengah

1. Pendahuluan

Pada Bab Pendahuluan ini terdiri dari beberapa sub pokok bab yang meliputi antara lain :
Latar Belakang Masalah

Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang bersangkutan.
Rumusan Masalah

Berisi masalah apa yang terjadi dan sekaligus merumuskan masalah dalam penelitian yang bersangkutan.
Batasan Masalah

Memberikan batasan yang jelas pada bagian mana dari persoalan atau masalah yang dikaji dan bagian mana yang tidak.

Tujuan Penelitian

Menggambarkan hasil-hasil apa yang bisa dicapai dan diharapkan dari penelitian ini dengan memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.
Metode Penelitian


Menjelaskan cara pelaksanaan kegiatan penelitian, mencakup cara pengumpulan data, alat yang digunakan dan cara analisa data.

Jenis-Jenis Metode Penelitian :

a. Studi Pustaka : Semua bahan diperoleh dari buku-buku dan/atau jurnal.

b. Studi Lapangan : Data diambil langsung di lokasi penelitian.

c. Gabungan : Menggunakan gabungan kedua metode di atas.

Sistematika Penulisan

Memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari Penulisan Skripsi


2. Landasan Teori

Menguraikan teori-teori yang menunjang penulisan / penelitian, yang bisa diperkuat dengan menunjukkan hasil penelitian sebelumnya.

3. Metode Penelitian

Menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data dengan menggunakan alat-alat analisis yang ada.

4. Analisis Data dan Pembahasan

Membahas tentang keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang diperoleh dari masalah yang diajukan kemudian menyelesaikan masalah tersebut dengan metode yang diajukan dan menganalisa proses dan hasil penyelesaian masalah.


5. Kesimpulan (dan Saran)

Bab ini bisa terdiri dari Kesimpulan saja atau ditambahkan Saran.

- Kesimpulan

Berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis, yang diperoleh dari penelitian.

- Saran

Ditujukan kepada pihak-pihak terkait, sehubungan dengan hasil penelitian.

B. BAGIAN AKHIR

- Daftar Pustaka

Berisi daftar referensi (buku, jurnal, majalah, dll), yang digunakan dalam penulisan

.

- Lampiran

Penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, gambar, perhitungan-perhi tungan, grafik atau tabel, yang merupakan penjelasan rinci dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya.



5. TEKNIK PENULISAN

1. Penomoran Bab serta subbab

- Bab dinomori dengan menggunakan angka romawi.

- Subbab dinomori dengan menggunakan angka latin dengan mengacu pada nomor bab/subbab dimana bagian ini terdapat.

II ………. (Judul Bab)

2.1 ………………..(Judul Subbab)

2.2 ………………..(Judul Subbab)

2.2.1 ………………(Judul Sub-Subbab)

- Penulisan nomor dan judul bab di tengah dengan huruf besar, ukuran font 14, tebal.

- Penulisan nomor dan judul subbab dimulai dari kiri, dimulai dengan huruf besar, ukuran font 12, tebal.

2. Penomoran Halaman

- Bagian Awal, nomor halaman ditulis dengan angka romawi huruf kecil (i,ii,iii,iv,…).Posisi di tengah bawah (2 cm dari bawah). Khusus untuk lembar judul dan lembar pengesahan, nomor halaman tidak perlu diketik, tapi tetap dihitung.

- Bagian Pokok, nomor halaman ditulis dengan angka latin. Halaman pertama dari bab pertama adalah halaman nomor satu. Peletakan nomor halaman untuk setiap awal bab di bagian bawah tengah, sedangkan halaman lainnya di pojok kanan atas.

- Bagian akhir, nomor halaman ditulis di bagian bawah tengah dengan angka latin dan merupakan kelanjutan dari penomoran pada bagian pokok.


3. Judul dan Nomor Gambar / Grafik / Tabel

- Judul gambar / grafik diketik di bagian bawah tengah dari gambar. Judul tabel diketik di sebelah atas tengah dari tabel.

- Penomoran tergantung pada bab yang bersangkutan, contoh : gambar 3.1 berarti gambar pertama yang aga di bab III.
Penulisan Daftar Pustaka


- Ditulis berdasarkan urutan penunjukan referensi pada bagian pokok tulisan ilmiah.

- Ditulis menurut kutipan-kutipan

- Menggunakan nomor urut, jika tidak dituliskan secara alfabetik

- Nama pengarang asing ditulis dengan format : nama keluarga, nama depan.

Nama pengarang Indonesia ditulis normal, yaitu : nama depan + nama keluarga

- Gelar tidak perlu disebutkan.

- Setiap pustaka diketik dengan jarak satu spasi (rata kiri), tapi antara satu pustaka dengan pustaka lainnya diberi jarak dua spasi.

- Bila terdapat lebih dari tiga pengarang, cukup ditulis pengarang pertama saja dengan tambahan ‘et al’.

- Penulisan daftar pustaka tergantung jenis informasinya yang secara umum memiliki urutan sebagai berikut :

Nama Pengarang, Judul karangan (digarisbawah / tebal / miring), Edisi, Nama Penerbit, Kota Penerbit, Tahun Penerbitan.

- Tahun terbit disarankan minimal tahun 2000
Penulisan Daftar Pustaka


Satu Pengarang
Budiono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

Friedman. 1990. M. Capitalism and Freedom. Chicago : University of Chicago Press.


Dua Pengarang
Cohen, Moris R., and Ernest Nagel. 1939. An Introduction to Logic and Scientific Method. New york: Harcourt

Nasoetion, A. H., dan Barizi. 1990. Metode Statistika. Jakarta: PT. Gramedia


Tiga Pengarang
Heidjrahman R., Sukanto R., dan Irawan. 1980. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Nelson, R.., P. Schultz, and R. Slighton. 1971. Structural change in a Developing Economy. Princeton: Princeton University Press.


Lebih dari Tiga Pengarang
Barlow, R. et al. 1966. Economics Behavior of the Affluent. Washington D.C.: The Brooking Institution.
Sukanto R. et al. 1982. Business Frocasting. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Pengarang Sama
Djarwanto Ps. 1982. Statistik Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.
____________. 1982. Pengantar Akuntansi. Yogyakarta: Bagian penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.


Tanpa Pengarang
Author’s Guide. 1975. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall.
Interview Manual. 1969. Ann Arbor, MI: Institute for Social Research, Universiy of Michigan.


Buku Terjemahan, Saduran atau Suntingan.
Herman Wibowo (Penterjemah). 1993. Analisa Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Erlangga.
Karyadi dan Sri Suwarni (Penyadur). 1978. Marketing Management. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.


Buku Jurnal atau Buletin
Insukindro dan Aliman, 1999. “Pemilihan dan Bentuk Fungsi Empirik : Studi Kasus Permintaan Uang Kartal Riil di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 4:49-61.
Granger, C.W.J., 1986. “Developments in the Study of Co-integrated Economic Variables”, Oxford Bulletin of Economics and Statistics, Vol.48 : 215-226.




5. Format Pengetikan

- Menggunakan kertas ukuran A4.

- Margin Atas : 4 cm Bawah : 3 cm

Kiri : 4 cm Kanan : 3 cm

- Jarak spasi : 1,5 (khusus ABSTRAKSI hanya 1 spasi)

- Jenis huruf (Font) : Times New Roman.

- Ukuran / variasi huruf : Judul Bab 14 / Tebal + Huruf Besar

Isi 12 / Normal

Subbab 12 / Tebal
Hasil Penulisan Skripsi

Dijilid berbentuk buku dengan jumlah halaman paling sedikit 12 (dua belas) halaman tidak termasuk cover, halaman judul, daftar isi, kata pengantar dan daftar pustaka

Dipresentasikan dan dianjurkan menggunakan Power Point pada saat pelaksanaan Sidang Sarjana (S1) di hadapan para penguji Sidang.

Diketik dengan menggunakan Program Software Pengolah Kata, misal : Ms Word
Dicetak dengan printer (dianjurkan dengan LASER PRINTER)





6. LAMPIRAN.

Lampiran ini berisi data, gambar, tabel atau analisis dan lain-lain yang karena terlalu banyak, sehingga tidak mungkin untuk dimasukkan kedalam bab-bab sebelumnya.


7. KUTIPAN

Dalam penulisan hasil penelitian ilmiah biasanya dimasukkan kutipan-kutipan. Ada beberapa macam kutipan sebagai berikut:
Kutipan langsung (Direct Quatation) yang terdiri dari kutipan langsung pendek dan kutipan langsung panjang. Kutipan langsung pendek adalah kutipan yang harus persis sama dengan sumber aslinya dan ini biasanya untuk mengutip rumus, peraturan, puisi, difinisi, pernyataan ilmiah dan lain-lain. Kutipan langsung pendek ini adalah kutipan yang panjangnya tidak melebihi tiga baris ketikan. Kutipan ini cukup dimasukkan kedalam teks dengan memberi tanda petik diantara kutipan tersebut. Sedangkan kutipan panjang langsung adalah kutipan yang panjangnya melebihi tiga baris ketikan dan kutipan harus diberi tempat tersendiri dalam alinea baru.


b. Kutipan tidak langsung (Indirect Quatation) merupakan kutipan yang tidak persis sama dengan sumber aslinya. Kutipan ini merupakan ringkasan atau pokok-pokok yang disusun menurut jalan pikiran pengutip. Baik kutipan tidak langsung pendek maupun panjang harus dimasukkan kedalam kalimat atau alinea. Dalam kutipan tidak langsung pengutip tidak boleh memasukkan pendapatnya sendiri.

Catatan kaki atau footnone adalah catatan tentang sumber karangan dan setiap mengutip suatu karangan harus dicantumkan sumbernya. Kewajiban mencantumkan sumber ini untuk menyatakan penghargaan kepada pengarang lain yang menyatakan bahwa penulis meminjam pendapat atau buah pikiran orang lain. Unsur-unsur dalam catatan kaki meliputi: nama pengarang, judul karangan, data penerbitan dan nomor halaman.

Ada dua cara dalam menempatkan sumber kutipan sebagai berikut:
Cara ringkas yaitu menempatkan sumber kutipan dibelakangbahan yang dikutip yang ditulis dalam tanda kurung dengan menyebutkan “Nama pengarang, Tahun penerbitan dan Halaman yang dikutip”.

Cara langsung yaitu menempatkan sumber kutipan langsung dibawah pernyataan yang dikutip yang dipisahkan dengan garis lurus sepanjang garis teks. Jarak antara garis pemisah dengan teks satu spasi, jarak antara garis pemisah dengan sumber kutipan dua spasi, dan jarak b

panduan skripsi vol 2


ada lagi ni panduan skripsi tapi tetep PDF adanya ambil aja DISINI.......

panduan skripsi

sudah semester akhir perkulian saatnya menyiapkan diri untuk hari yang lebih baik...n ... dapat "embel-embel" sarjana tapi harus buat skripsi waduh........tapi ada panduan koq.... jadi bisa lebih mudah klik aja DISINI  :-)

Tuesday, April 13, 2010

spss gratis

butuh software SPSS??? download di sini....>>>>>klik

Monday, April 12, 2010

Kumpulan judul jurnal dan skripsi kesehatan

 JUDUL-JUDUL TERSEBUT SEBAGAI REFERENSI SAJA UNTUK SEBAGAI MASUKAN DALAM PENGEMBANGAN DI BUTUHKAN KEBIJAKAN DALAM MENIOLIKNYA.... TERIMAKASIH....

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN AKSEPTOR KB DALAM MEMILIH ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2007

2. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PEMBERIAN ASI PADA IBU PRIMIGRAVIDA DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI

3. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAAN PELANGGAN DI LABORATORIUM BALAI BESAR TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR YOGYAKARTA

4. PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAPPRESTASI KERJA KARYAWAN PADA RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA (STUDI KASUS PADA KARYAWAN TETAP DI RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL)

5. PENGARUH PELAYANAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES

6. HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN GANGGUAN KESEHATAN PERAWAT DI IRD RSUP DR.SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

7. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG DIARE DENGAN PERILAKU ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN DIARE di WILAYAHKERJA PUSKESMAS KISMANTORO Kabupaten Wonogiri

8. TINGKAT KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELLITUS DALAM MENGENDALIKAN KADAR GULA DARAH DI WILAYAH SOROSUTAN UMBULHARJO YOGYAKARTA

9. HUBUNGAN KOMUNIKASI PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP RSU PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2007

10. Hubungan antara SIKAP TENTANG tuberkulosis DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN TUBERkULOSIS PADA MASYARAKAT Di WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUHPELEM Kabupaten Wonogiri

11. HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA FASE INTENSIF PADA PENDERITA TB DI PUSKESMAS PRACIMANTORO WONOGIRI JAWA TENGAH

12. PENGARUH MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KELAS III RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA 2008

13. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

14. PENGARUH MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN PASIEN
RAWAT INAP KELAS III OBSTETRI GINEKOLOGI TERHADAP MINAT PEMANFAATAN ULANG JASA PELAYANAN KESEHATAN RSUD KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

15. HUBUNGAN PEMANFAATAN SUMBER INFORMASI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA PATRIA BANTUL KABUPATEN BANTUL 2008

16. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DALAM MEMILIH PENGGUNAAN JENIS KONTRASEPSI IUD (Intra Uterine Device) DI KELURAHAN PRENGGAN KECAMATAN KOTAGEDE YOGYAKARTA 2008

17. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN ANTENATAL DI POLIKLINIK KANDUNGAN RSUD WONOSARI GUNUNGKIDUL TAHUN 2007

18. PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI RUMAH SAKIT ISLAM YAYASAN AMAL SHOLEH IKATAN PERSAUDARAAN HAJI INDONESIA (IPHI) JOMBANG

19. PENGARUH INSENTIF DAN HUBUNGAN ANTAR MANUSIA (HAM) TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI RSUD DJOJONEGORO TEMANGGUNG TAHUN 2008

20.PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PADA BAGIAN PENDAFTARAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN RSIY PDHI TAHUN 2008

21. PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JASA KARTINI TASIKMALAYA 2008

22. PENGARUH KONSEP MANAJERIAL TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN NON MEDIS DI BP (BADAN PENGELOLA) RSUD DJOJONEGORO KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH

23. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN TERHADAP PELAYANAN JASA KESEHATAN RAWAT JALAN POLIKLINIK KIMIA FARMA CABANG PEKALONGAN TAHUN 2007

24. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP YANG MENGGUNAKAN ASKESKIN DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL 2008

25. PENGARUH MUTU PELAYANAN PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN 2008

26. HUBUNGAN KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI PUSKESMAS DEPOK I MAGUWOHARJO SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2007

27. HUBUNGAN ANTARA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEPUASAN PASIEN PESERTA ASKES RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

28. PENGARUH FASILITAS DAN PELAYANAN RUMAH SAKIT JASA KARTINI TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP

29. HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN FARMASI DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT JASA KARTINI TASIKMALAYA-JAWA BARAT

30. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN PENDAFTARAN RAWAT JALAN POLI UMUM DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA Prof. dr. SOEROYO MAGELANG TAHUN 2008

31. PENGARUH PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RSUD KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008


32. PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN LINGKUNGAN PERGAULAN TERHADAP SIKAP REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMK NEGERI 6 YOGYAKARTA 2008

33. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN CABUT GIGI DI PUSKESMAS SALAMAN I KABUPATEN MAGELANG JAWA TENGAH TAHUN 2008

34. PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN PRESTASI KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RSUD KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

35. PENGARUH STRESS KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. SOEROYO MAGELANG

36. PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN MINAT PERILAKU PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP RSU SURYA HUSADHA DENPASAR-BALI TAHUN 2008

37. HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI FARMASI BADAN PENGELOLAAN RSUD KABUPATEN KEBUMEN

38. HUBUNGAN MUTU PELAYANAN PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KELAS III RUMAH SAKIT PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT (PKU) MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2008

39. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

40. ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI URUSAN REKAM MEDIS RUMAH SAKIT MATA DR. YAP YOGYAKARTA DENGAN PENDEKATAN TEORI ANTRIAN ( QUEUEING THEORY ) PADA TAHUN 2008

41. PENGARUH MARKETING MIX TERHADAP KEINGINAN BERKUNJUNG ULANG PASIEN DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT TNI AU Dr. SUHARDI HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

42. PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PROGRAM PIK-KRR (PUSAT INFORMASI DAN KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA) TERHADAP PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMA N 1 SRANDAKAN BANTUL TAHUN 2008

43. PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA DI RUMAH SAKIT JASA KARTINI TASIKMALAYA 2008

44. PENGARUH KUALITAS PELAYANAN APOTEK TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

45. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PETUGAS PELAKSANA FARMASI PUSKESMAS DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2008

46. PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP MINAT PASIEN DALAM MENGGUNAKAN ULANG JASA PELAYANAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM YOGYAKARTA PERSAUDARAAN DJAMA’AH HAJI INDONESIA (RSIY PDHI) YOGYAKARTA TAHUN 2008

47. PENGARUH KEPUASAN KERJA PERAWAT TERHADAP KOMITMEN PERAWAT RUMAH SAKIT UMUM MULYA TANGERANG BANTEN TAHUN 2008

48. PENGARUH KOMUNIKASI DAN PERSEPSI KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2008

49. PENGARUH KEPUASAN PASIEN TERHADAP PEMANFAATAN KEMBALI JASA PELAYANAN KESEHATAN DI INSTALASI RAWAT INAP BANGSAL PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM SURYA HUSADHA DENPASAR – BALI TAHUN 2008

50. PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NON MEDIS BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ”45” KUNINGAN

51. PENGARUH PELATIHAN SDM PERAWAT RAWAT INAP TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI RSJD. Dr. RM. SOEDJARWADI KLATEN TAHUN 2008

52. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN JASA DENGAN KEPUASAN PASIEN PADA BANGSAL UMUM RUMAH SAKIT JIWA Prof. dr SOEROYO MAGELANG TAHUN 2008

53. PENGARUH LINGKUNGAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS PERAWAT RAWAT INAP DI BADAN PENGELOLAAN RSUD KABUPATEN KEBUMEN 2008

54. PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN MINAT PERILAKU PASIEN RAWAT INAP DI POLI OBSGYN RSU AISYIYAH DIPONEGORO PONOROGO

55. PENGARUH FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM YOGYAKARTA PERSAUDARAAN DJAMA’AH HAJI INDONESIA (RSIY PDHI) YOGYAKARTA 2008


56. HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TINGKAT KESEMBUHAN PENYAKIT PADA BALITA YANG DIDIAGNOSE ISPA DI PUSKESMAS CEPER KLATEN JAWA TENGAH TAHUN 2008

57. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG KEGIATAN POSYANDU DENGAN FREKUENSI PENIMBANGAN BALITA KE POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TULUNG KLATEN TAHUN 2007

58. PENGARUH BINROH (BIMBINGAN ROHANI) TERHADAP MOTIVASI KESEMBUHAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ISLAM SITI AISYAH MADIUN 2008

59. HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DENGAN PENINGKATAN KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSI SITI AISYAH MADIUN TAHUN 2008

60. FAKTOR-FAKTOR KUALITAS PELAYANAN YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KELAS II DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA TAHUN 2008

61. PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP LOYALITAS PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

62. PENGARUH FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT RAWAT INAP DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

63. PENGARUH KEMAMPUAN KERJA, PROMOSI JABATAN DAN KOMPENSASI TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN BPRSUD KEBUMEN

64. HUBUNGAN MOTIVASI INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA DI PELAYANAN REKAM MEDIS RSU KOTA BANJAR-JAWA BARAT TAHUN 2008

65. PENGARUH KUALITAS PELAYANAN JAMKESMAS TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RSUD KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

66. PENGARUH PENYULUHAN POSYANDU TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA DI DESA PURWOHARJO SAMIGALUH KULON PROGO TAHUN 2008

67. STRATEGI HUMAS DAN PEMASARAN DI RUMAH SAKIT KRISTEN NGESTI WALUYO PARAKAN TEMANGGUNG

68. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPUTUSAN UNTUK MELAKUKAN PERSALINAN DI HAPPY LAND MEDICAL CENTRE YOGYAKARTA

69. HUBUNGAN BAURAN PEMASARAN DENGAN PENINGKATAN JUMLAH PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ORTOPEDI Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA TAHUN 2008

70. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PASIEN
UNTUK MENGGUNAKAN ULANG JASA PELAYANAN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ISLAM SITI AISYAH MADIUN 2008

71. PENGARUH MUTU PELAYANAN PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

72. PENGARUH KUALITAS PELAYANAN KEBERSIHAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KELAS I DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMUM GUNUNG JATI CIREBON

73. PENGARUH KOMITMEN KERJA KARYAWAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) KARYAWAN PADA RUMAH SAKIT UMUM PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

74. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEPATUHAN BIDAN DALAM PELAYANAN PERSALINAN DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK PKU MUHAMMADIYAH KOTAGEDE YOGYAKARTA

75. PENGARUH PERSEPSI PASIEN TENTANG KUALITAS PELAYANAN PERAWAT TERHADAP KEPUASAN RAWAT INAP KELAS III BANGSAL ANGGREK DI RSUD KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

76. HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI JAJARAN DIREKTORAT UMUM, SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENDIDIKAN DI RUMAH SAKIT ORTOPEDI Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA TAHUN 2008

77. PENGARUH FAKTOR MOTIVASI KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO SLEMAN TAHUN 2007

78. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MASYARAKAT DALAM MEMILIH BALAI PENGOBATAN KESEHATAN MASYARAKAT BOYOLALI ( B P K M }

79. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN DENGAN KETERATURAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS MASARAN I SRAGEN

80. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN KETERATURAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS PRACIMANTORO I TAHUN 2008

81. GAMBARAN HARAPAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU TERHADAP PENGAWAS MINUM OBAT DI DAERAH PEDESAAN KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

82. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID PADA WANITA USIA SUBUR DI PUSKESMAS BONOROWO KECAMATAN BONOROWO KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2007

83. http://skripsistikes.wordpress.com

84. HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP SEHAT PADA REMAJA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP MUHAMMADIYAH PANGGANG KABUPATEN GUNUNGKIDUL

85. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KEBUTUHAN GIZI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BANCONG KECAMATAN WONOASRI KABUPATEN MADIUN

86. PENGARUH PEMBERIAN TEHNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN HIPERTENSI DI DESA TULANGAN KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI JAWA TENGAH

87. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2008

88. HUBUNGAN PELAYANAN PERAWATAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI BANGSAL ANGGREK RSUD KARANGANYAR JAWA TENGAH

89. GAMBARAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KABUPATEN KLATEN

90. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECERDASAN EMOSI (EQ) PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (3-5 TAHUN) DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL (ABA) MUSHOLLA KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA

91. HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DEMOGRAFI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI DI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN TAHUN 2008

92. HUBUNGAN TINGKAT KEMAMPUAN DALAM AKTIVITAS DASAR SEHARI-HARI DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BANTUL YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

93. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN KEPATUHAN PEMBERIAN IMUNISASI PADA BAYI DI POSYANDU DESA TONJONG BREBES JAWA TENGAH 2008

94. PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP STRES PSIKOSOSIAL PADA USIA LANJUT DI KARANG WERDA “NGUDI MUKTI” KELURAHAN KARTOHARJO KECAMATAN NGANJUK KABUPATEN NGANJUK JAWA TIMUR 2008

95. HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI BANGSAL MELATI RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

96. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KONTRASEPSI DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI DI DESA KEMBARAN BANYUMAS

97. http://skripsistikes.wordpress.com

98. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG POSTPARTUM DENGAN PERILAKU DALAM PERAWATAN POSTPARTUM PADA IBU DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN JAWA TENGAH

99. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG RESIKO KECELAKAAN DENGAN PENCEGAHAN KECELAKAAN PADA ANAK TODDLER DI DESA GANDOK NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA

100. HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA DI DESA POHRUBOH CONDONG-CATUR DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

101. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN PERAWATAN IBU PADA BALITA PENDERITA ISPA NON PNEUMONIA DI PUSKESMAS KLATEN TENGAH TAHUN 2008

102. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN PROSEDUR TETAP MENJAHIT LUKA DI INSTALASI RAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2008

103. HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

104. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 GONDANG KABUPATEN SRAGEN JAWA TENGAH

105. PERSEPSI MASYARAKAT PENGGUNA PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP PERAN PERAWAT DI POLI UMUM PUSKESMAS GARUNG KECAMATAN GARUNG KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

106. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP BPK RSU KABUPATEN MAGELANG

107. PENGARUH TERAPI BERMAIN DENGAN TEHNIK BERCERITA TERHADAP KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK PRA SEKOLAH DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUD KOTA YOGYAKARTA

108. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT ASMA BRONKIAL DENGAN KEPATUHAN PENDERITA ASMA BRONKIAL DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS BONOROWO KABUPATEN KEBUMEN

109. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ALAT PERMAINAN EDUKATIF DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS PADA ANAK PRASEKOLAH DI KELURAHAN KWARASAN JUWIRING KLATEN JAWA TENGAH 2008

110. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG KEGIATAN POSYANDU DENGAN PARTISIPASI IBU BALITA DI POSYANDU WILAYAH PUSKESMAS PATUK I, GUNUNGKIDUL 2008

111. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU MANGKUYUDAN KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA TAHUN 2008

112. GAMBARAN KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN PADA PASIEN PASCA BEDAH DI RUANG RAWAT INAP ( BANGSAL CEMPAKA DAN DAHLIA ) RSUD WONOSARI GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA

113. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MENYUSUI DENGAN KETEPATAN POSISI MENYUSUI DALAM PEMBERIAN ASI DI DESA WUKIRSARI IMOGIRI BANTUL

114. HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRA SEKOLAH (2,5 – 5 TAHUN) DI PLAY GROUP ’AISYIYAH PANDES WEDI KLATEN

115. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN STATUS PERSONAL HYGIENE PADA ANAK RETARDASI MENTAL (RM) DI SLB N I WONOSARI GUNUNGKIDUL

116. HUBUNGAN STRATA POSYANDU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS II JATEN KABUPATEN KARANG ANYAR JAWA TENGAH TAHUN 2008

117. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN MINUM OBAT PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Dr. RM SOEJARWADI KLATEN

118. HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI IGD RSU PANDAN ARANG BOYOLALI

119. PERBEDAAN MOTIVASI PENDERITA TUBERKULOSIS DENGAN KETAATAN MENGKONSUMSI OBAT DI PUSKESMAS BATURETNO WONOGIRI JAWA TENGAH 2007

120. HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC DENGAN SUSPEC TBC PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS GONDANG KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008

121. HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI PERAWATAN PAYUDARA SAAT IBU ANTENATAL DENGAN INISIASI LAKTASI PADA IBU POSTPARTUM DI RUMAH BERSALIN DJUWAENI DI DESA PANDES KECAMATAN WEDI KABUPATEN KLATEN

122. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO 2008

123. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG NAPZA DENGAN KECENDERUNGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA REMAJA KELAS II DI SMA BERBUDI YOGYAKARTA

124. HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK WANITA DENGAN KECEMASAN WANITA DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI DUSUN SINANGOH KECAMATAN KAJEN PEKALONGAN 2008

125. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MENSTRUASI TERHADAP KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V DI SD N GIWANGAN YOGYAKARTA

126. HUBUNGAN ANTARA BENTUK DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PERIODE KEKAMBUHAN PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. SOEROYO MAGELANG

127. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG ABORSI DENGAN SIKAP REMAJA DALAM PENCEGAHAN ABORSI DI SMK N I GODEAN YOGYAKARTA

128. HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN TB PARU DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN KEPADA ANGGOTA KELUARGA DI PUSKESMAS NGADIREJO KABUPATEN TEMANGGUNG

129. HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN DEWASA DI RSUD WONOSARI.

130. HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA DI DESA POHRUBOH CONDONG-CATUR DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

131. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DENGAN KETAATAN BEROBAT PENDERITA HIPERTENSI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SRAGEN TAHUN 2008

132. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIPERTENSI DI PUSKESMAS MUSUK II KABUPATEN BOYOLALI

133. PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG ASI EKSKLUSIF TERHADAP PENGETAHUAN DAN KESIAPAN IBU MENYUSUI DALAM MEMBERIKAN ASI EKSKLUSIF DI DESA MEGATI TABANAN-BALI

134. HUBUNGAN ANTARA FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI

135. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN GAYA HIDUP PENDERITA DM TIPE II DI DESA SUMBERAGUNG MOYODAN SLEMAN YOGYAKARTA

136.HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN BALITA USIA 6 – 24 BULAN DI POSYANDU CEMPAKA TANJUNGRASA KIDUL PATOK BEUSI SUBANG JAWA BARAT

137. PENGARUH PEMBERIAN TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PASIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

138. HUBUNGAN PEMAKAIAN KOMPUTER DENGAN PENURUNAN KETAJAMAN PENGLIHATAN PADA SISWA TEKNIK INFORMATIKA KOMPUTER SMK NEGERI I PONOROGO

139. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANEMIA DENGAN STATUS ANEMIA DALAM KEHAMILAN DI PUSKESMAS KALIBAWANG

140. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DENGAN GAYA HIDUP PADA WANITA PENDERITA HIPERTENSI DI DUSUN KENTENG KEMBANG NANGGULAN KULON PROGO YOGYAKARTA

141. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI REMAJA DENGAN SIKLUS MENSTRUASI SISWA KELAS SATU JURUSAN TATA BUSANA SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA

142. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDHA BUDHI DHARMA YOGYAKARTA 2008

143. http://skripsistikes.wordpress.com

144. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER KESEHATAN DENGAN PRAKTEK PENEMUAN SUSPECT PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PLUPUH I KABUPATEN SRAGEN PROPINSI JAWA TENGAH

145. HUBUNGAN ANTARA DIMENSI MUTU PELAYANAN KESEHATAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN IBU BALITA PENGGUNA POSYANDU DI POSYANDU PUSKESMAS PEMBANTU GIRIMULYO PANGGANG GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

146. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMAMPUAN AKTIVITAS DASAR SEHARI-HARI PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA UNIT BUDHI LUHUR YOGYAKARTA

147. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-5 TAHUN DI DUSUN JETIS SAPTOSARI GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA 2008

148. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU MARGI RAHAYU DESA SODITAN RT 09 KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

149. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU BUNGA LELY BANGUNJIWO KASIHAN BANTUL 2008

150. PENGARUH PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP TINGKAT NYERI PASCA OPERASI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

151. HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT TERHADAP DEPRESI PADA LANJUT USIA DIPANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDHI DHARMA YOGYAKARTA 2008

152. HUBUNGAN ANTARA PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN SUSU PENDAMPING ASI DENGAN KEJADIAN KARIES BOTOL PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI RW 10 KELURAHAN PANDEYAN KECAMATAN UMBULHARJO YOGYAKARTA 2008

153. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PROSES PERSALINAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN DI WILAYAH PUSKESMAS KERAMBITAN II TABANAN BALI

154. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN MOTIVASI TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI DUSUN POLENGAN KELURAHAN BOKOHARJO KECAMATAN PRAMBANAN YOGYAKARTA 2008

155. PENGARUH PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN NYERI DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI PANTI ASUHAN YATIM PUTRI ISLAM YOGYAKARTA

156. PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP TINGKAT KOOPERATIF SELAMA MENJALANI PERAWATAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (3 – 5 TAHUN) DI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA

157. PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

158. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP) DENGAN MOTIVASI PELAKSANAAN MPKP DI RUMAH SAKIT JIWA PUSAT BANGLI BALI

159. HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK PADA BALA VIKAS DI SAI STUDY GROUP DENPASAR BALI 2008

160. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PEMASANGAN INFUS DENGAN KEPATUHAN MELAKSANAKAN PROTAP PEMASANGAN INFUS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTULYOGYAKARTA

161. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN USIA LANJUT TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DI RUMAH DI RW IX DAN RW X KELURAHAN PANDEYAN KECAMATAN UMBULHARJO YOGYAKARTA

162. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI DESA NGADIROJO KEC. NGADIROJO KAB. PACITAN JAWA TIMUR

163. HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN PENINGKATAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS KOTA GEDE II YOGYAKARTA

164. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT KHUSUS AFILIASI BEDAH N 21 GEMILANG MAGELANG

165. HUBUNGAN ANTARA SENAM LANSIA DENGAN KEMANDIRIAN MELAKUKAN AKTIVITAS DASAR SEHARI-HARI DI PSTW UNIT BUDHI LIHIR KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2007

166. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIV/AIDS TERHADAP SIKAP REMAJA DALAM MENCEGAH TERINFEKSI HIV/AIDS DI PONDOK PESANTREN AL-KHOERIYAH CIHERANG CIBEUREUM TASIKMALAYA JAWABARAT

167. HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 2 BUYUT UDIK KECAMATAN GUNUNG SUGIH LAMPUNG TENGAH

168. HUBUNGAN ANTARA HARAPAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL DENGAN MOTIVASI UNTUK MENIKAH PADA LANJUT USIA DI DUSUN SUKAHURIP SUKASARI BANJARSARI CIAMIS JAWA BARAT 2008

169. HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KARIES GIGI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 1 SUKAMUKTI CIAMIS JAWA BARAT

170. GAMBARAN PERILAKU CUCI TANGAN PERAWAT SELAMA PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN DI RUANG ASY-SYFA BANGSAL PENYAKIT DALAM RSI AMAL SEHAT SRAGEN

171. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KANKER PAYUDARA DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI PADA IBU-IBU KELOMPOK WANITA TANI HARAPAN MULYA DI CIAMIS JAWA BARAT

172. HUBUNGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI BP & RB CITRA PARAMEDIKA WATES KULONPROGO

173. HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA SEBAGAI PENGAWAS MINUM OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS GRABAG PURWOREJO

174. HUBUNGAN SUPPORT SYSTEM (DUKUNGAN) SOSIAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CESAREA DI RUANG ANGGREK BRSD “ RAA SOEWONDO ” PATI

175. HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT IGD DENGAN WAKTU TANGGAP PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MENURUT PERSEPSI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT BADAN PELAYANAN KESEHATAN RSU KABUPATEN MAGELANG

176. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR TENTANG KONTRASEPSI DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DI DESA DENGOK PADANGAN BOJONEGORO

177. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KETEKUNAN MENGIKUTI PROGRAM DOTS PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS KEMUSU II BOYOLALI JAWA TENGAH

178. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN LANSIA TENTANG POSYANDU LANSIA DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN LANSIA KE POSYANDU LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEMUSU II KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2007

179. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES PADA ANAK KELAS 1 – 3 SD NEGERI 3 SUMBER KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH 2008

180. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU IBU TENTANG NUTRISI SELAMA KEHAMILAN DENGAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RUMAH SAKIT UMUM BANGLI

181. HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA DENGAN STRATA PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT PADA TATANAN INSTITUSI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR 2008

182. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TB PARU DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI WILAYAH PUSKESMAS PRINGSURAT KABUPATEN TEMANGGUNG

183. HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN KEAKTIFAN IBU DALAM STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK DENGAN PERKEMBANGAN ANAK BALITA (USIA 1-5 TAHUN) DI DUSUN MANUKAN CONDONGCATUR, SLEMAN 2008

184. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA USILA DIDESA BENDO WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENDO MAGETAN JAWA TIMUR TAHUN 2008

185. PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKSUAL PRANIKAH DI PEDUKUHAN GUNUNG MUJIL KELURAHAN BUMIREJO KEBUMEN

186. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kegiatan Posyandu Lansia DENGAN Partisipasi LANSIA Di posyandu WILAYAH PUSKESMAS PATUK i KABUPATEN GUNUNG KIDUl 2008

187. PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP WAKTU FLATUS PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

188. PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITAS TERHADAP FREKUENSI TERJADINYA HALUSINASI PADA KLIEN PSIKOSIS DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI BALI

189. PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI WILAYAH PEDUKUHAN DALEMAN GILANGHARJO PANDAK BANTUL YOGYAKARTA

190. HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

191. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PADA IBU TENTANG PENCEGAHAN DIARE TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI DESA SUMBERAGUNG WILAYAH KERJA PUSKESMAS PRACIMANTORO I 2008

192. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI DI DESA GONILAN KECAMATAN KARTASURA 2008

193. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TB PARU DENGAN MOTIVASI PASIEN DALAM MENJALANI TERAPI PENGOBATAN DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) KOTAGEDE YOGYAKARTA

194. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KEMUNDURAN FISIK LANSIA TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI DUSUN KALITEKUK SEMIN WONOSARI GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA 2008

195. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PERAWATAN TB PARU DAN SIKAP PENGAWAS MINUM OBAT DENGAN PENCEGAHAN PENYAKIT TB DI PUSKESMAS BATURETNO I KABUPATEN WONOGIRI

196. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TBC DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN DI PUSKESMAS SEMANU I GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA 2007

197. PERUBAHAN GEJALA HALUSINASI PASIEN JIWA SEBELUM DAN SETELAH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI DI RUMAH SAKIT GRHASIA PROVINSI DIY

198. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENGAWAS MINUM OBAT TENTANG PENYAKIT TB PARU DENGAN KEPATUHAN MENELAN OBAT DI PUSKESMAS COLOMADU KABUPATEN KARANG ANYAR

199.HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN ANTARA PMO DAN PENDERITA TB PARU DENGAN KETAATAN MINUM OBAT TB PARU DI PUSKESMAS GIRIWOYO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2007

200. PENGARUH MENYUSUI DINI TERHADAP WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM IBU POST PARTUM DI WILAYAH PUSKESMAS BONOROWO KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2008

201. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DENGAN UPAYA MENGENDALIKAN HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA PUSKESMAS SEMIN I GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA 2008

202. HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN KLIEN DIABETES MELLITUS DALAM MENJALANKAN TERAPI DIET DENGAN KADAR GULA DARAH DI BALAI PENGOBATAN GADING 24 JAM YOGYAKARTA

203. HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PERAWAT PUSKESMAS DENGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT (PERKESMAS) DI KABUPATEN KEBUMEN 2008

204. HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERAWATAN ISPA DENGAN PELAKSANAAN KONTROL ULANG DI PUSKESMAS PONJONG II GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA

205. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B-1 DI DESA BLEBERAN, KECAMATAN PLAYEN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

206. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2008

207. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PERAWATAN GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI PADA SISWA KELAS V DAN VI SDN KEDUNGBULUS KECAMATAN PREMBUN KABUPATEN KEBUMEN 2008

208. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KANKER PAYUDARA DENGAN SIKAP ANGGOTA BHAYANGKARI DALAM DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DI POLRES BOYOLALI TAHUN 2008.

209. PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PASIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

210. HUBUNGAN KEPATUHAN PENDERITA TBC PARU DALAM MINUM OBAT DENGAN HASIL PEMERIKSAAN DAHAK DI PUSKESMAS PARANGGUPITO WONOGIRI JAWA TENGAH 2007

211. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PARA LULUSAN PERAWAT UNTUK MELANJUTKAN STUDI SARJANA KEPERAWATAN DI PUSKESMAS KABUPATEN KARANGANYAR

212. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MURID DALAM PENCEGAHAN DIARE DI SD NEGERI GLINGGANG I PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI

213. TINGKAT DEPRESI PASCA SATU TAHUN GEMPA BUMI YOGYAKARTA 27 MEI 2006 PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA UNIT BUDI LUHUR KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA

214. HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PIJAT BAYI DENGAN SIKAP PERAWAT DALAM TINDAKAN PIJAT BAYI DI RSU PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2008

215. HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMUNISASI TETANUS DENGAN KEPATUHAN MELAKUKAN IMUNISASI TETANUS PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI PUSKESMAS WONOSARI II GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA TAHUN 2008

216. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KEGIATAN POSYANDU DENGAN KETAATAN KUNJUNGAN KE POSYANDU DI DESA TEGALARUM BOROBUDUR MAGELANG

217. http://skripsistikes.wordpress.com

218. PENGARUH TERAPI MUSIK LANGGAM JAWA TERHADAP TINGKAT NYERI DI BALAI PENGOBATAN DAN RUMAH BERSALIN BHAKTI ASIH TAWARSARI WONOSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA

219. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI DESA KRADENAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS SRUMBUNG KABUPATEN MAGELANG

220. PERBEDAAN METODE DEMONTRASI MODEL TERHADAP STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 CANGKREPLOR PURWOREJO

221. HUBUNGAN ANTARA SUPPORT KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PANGGANG II GUNUNG KIDUL.

222. HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN RENDAH PADA IBU HAMIL TRIMESTER TIGA DENGAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DI BANGSAL GLADIOL BPK RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2008

223. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG POLA MAKAN DIABETUS MILITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETUS MILITUS TIPE II DI BPKM DINAS KESEHATAN DAN SOSIAL KABUPATEN BOYOLALI

224. EFEKTIFITAS METODE KONSELING DALAM PENINGKATAN PENGETAHUAN IMUNISASI CAMPAK DI PUSKESMAS KARANGMOJO II GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

225. HUBUNGAN KOMUNIKASI VERBAL DAN NON VERBAL PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI BANGSAL PENYAKIT DALAM (TERATAI) RSUD KABUPATEN WONOGIRI

226. HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL TEMAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA BUDHI DHARMA YOGYAKARTA 2008

227. HUBUNGAN ANTARA PELAKSANAAN PEMBERIAN KEBUTUHAN NUTRISI DENGAN TINGKAT KEPUASAN LANSIA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DI PANTI WREDHA BUDHI DHARMA YOGYAKARTA

228. PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT (METODE DEMONSTRASI) TERHADAP SIKAP ANAK DALAM MEMELIHARA KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA KELAS IV DAN V DI SDK SANTA MARIA PONOROGO

229. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU POSTPARTUM DENGAN SIKAP IBU DALAM PERAWATAN PAYUDARA DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK BHAKTI IBU YOGYAKARTA

230. HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN PRE OPERASI DI BANGSAL MELATI RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

231. PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN DI RUMAH SAKIT DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2008

232. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PASIEN UNTUK RAWAT INAP DI PAVILIUN AMARILYS RSUD TUGUREJO SEMARANG TAHUN 2008

233. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU MENGHADAPI DISMENORRHOEA DI MAN 2 GARUT JAWA BARAT TAHUN 2008

234. PERBEDAAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PRIA YANG TINGGAL DI KOS DAN YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA DI SMKN 2 DEPOK YOGYAKARTA 2008

235. HUBUNGAN ANTARA BAURAN PEMASARAN DENGAN KEPUTUSAN PASIEN UNTUK MEMBELI ULANG JASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2008

236. HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2008

237. HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI RUMAH SAKIT ISLAM (PDHI) YOGYAKARTA 2008

238. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG SADARI DENGAN PERILAKU SADARI (PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI) PADA ANGGOTA APSARI (AKSEPTOR SATUHU LESTARI) DI RW VIII KELURAHAN WARUNGBOTO KECAMATAN UMBULHARJO D.I.YOGYAKARTA TAHUN 2008

239. HUBUNGAN ANTARA SHIFT KERJA DENGAN STRES KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN FARMASI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN : 2008

240. PENGARUH SIKAP KARYAWAN TERHADAP PELAKSANAAN PELATIHAN ACHIEVEMENT MOTIVATION TRAINING DI RUMAH SAKIT ISLAM YOGYAKARTA PDHI

241. PENGARUH KUALITAS PELAYANAN BAGIAN PENDAFTARAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

242. HUBUNGAN MUTU PELAYANAN GIZI DENGAN KEPUASAN PASIEN DI BANGSAL KELAS III RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES

243. PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KARYAWAN DI RUMAH SAKIT ISLAM WONOSOBO TAHUN 2008

244. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PASIEN JAMKESMAS RAWAT INAP KELAS III DI BRSUD “45” KUNINGAN

245. http://skripsistikes.wordpress.com

246. PERBEDAAN KEPUASAN PENGGUNA ASKES DAN NON ASKES TERHADAP MUTU PELAYANAN DI BAGIAN PENDAFTARAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2008

247. ANALISIS HUBUNGAN PELAYANAN LINGKUNGAN FISIK RAWAT INAP TERHADAP KEPUASAN DAN MINAT PASIEN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WIROSABAN, YOGYAKARTA

248. PENGARUH BIAYA PROMOSI DENGAN TINGKAT KUNJUNGAN PASIEN DI RUMAH SAKIT CAKRA HUSADA KLATEN TAHUN 2003-2007

249. PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RSU AISYIYAH DIPONEGORO PONOROGO TAHUN 2008

250. PENGARUH PELAYANAN TERHADAP MINAT PASIEN DALAM MEMILIH RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT CAKRA HUSADA KLATEN

251. PENGARUH DISIPLIN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM YOGYAKARTA PDHI TAHUN 2008

252. ANALISIS PELAYANAN JASA KESEHATAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

253. PENGARUH PELAKSANAAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES TAHUN 2008

254. HUBUNGAN DISIPLIN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN DI BAGIAN ADMINISTRASI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN TAHUN 2008

255. ANALISIS MINAT KONSUMEN DALAM RANGKA MENYUSUN STRATEGI PEMASARAN DI RUMAH SAKIT DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA 2008

256. HUBUNGAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS PANGGANG I KABUPATEN GUNUNGKIDUL

257. PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN NON MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN 2008

258. PENGARUH PERSEPSI PASIEN TENTANG PROSEDUR RAWAT INAP PENGGUNA ASKESKIN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KELAS III BANGSAL BOUGENVILLE DI RSUD KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

259. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PASIEN MEMILIH JASA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

260. PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN DI RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2008

261. PENGARUH KONFLIK PERAN PERAWAT WANITA YANG TELAH BERUMAH TANGGA TERHADAP PRESTASI KERJA DI RUMAH SAKIT ISLAM WONOSOBO TAHUN 2008

262. PENGARUH DESAIN INTERIOR TERHADAP KENYAMANAN BANGSAL ANAK (RUANG SERUNI) BADAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN MAGELANG

263. HUBUNGAN PERSEPSI PERILAKU EMPATI PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KELAS I DI RSUD WIROSABAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

264. HUBUNGAN PERSEPSI PERILAKU EMPATI PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KELAS I DI RSUD WIROSABAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

265. PENGARUH ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN YANG DITERIMA PASIEN RAWAT INAP KELAS III TERHADAP KEPUASAN PASIEN BERDASARKAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RSUD DR. SOEROTO NGAWI

266. PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN NON MEDIS RSUD WATES, KULON PROGO YOGYAKARTA

267. ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA BERDASARKAN BEBAN KERJA DI INSTALASI FARMASI BADAN PENGELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DJOJONEGORO TEMANGGUNG

268. PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI SUBBAGIAN TATA USAHA DAN REKAM MEDIK DI RSUD DJOJONEGORO TEMANGGUNG 2008

269. HUBUNGAN PELAYANAN PENGAMBILAN RESEP OBAT DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI BAGIAN FARMASI DI RUMAH SAKIT CAKRA HUSADA KLATEN TAHUN 2008

270. HUBUNGAN ANTARA BAURAN PEMASARAN DENGAN MINAT PASIEN BERKUNJUNG DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ORTOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA TAHUN 2008

271. PENGARUH DEMOGRAFI KOTA KLATEN TERHADAP TINGKAT KUNJUNGAN PASIEN DI RUMAH SAKIT CAKRA HUSADA KLATEN TAHUN 2007

272. PENGARUH DEMOGRAFI KOTA KLATEN TERHADAP TINGKAT KUNJUNGAN PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT CAKRA HUSADA KLATEN TAHUN 2007

273. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT DI BAGIAN RAWAT INAP RSUD GUNUNG JATI CIREBON

274. HUBUNGAN BAURAN PEMASARAN TERHADAP MINAT PASIEN RAWAT INAP KELAS II DI RSUD KOTA YOGYAKARTA

275. PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DJOJONEGORO KABUPATEN TEMANGGUNG

276. PENGARUH PROMOSI TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH CEPU TAHUN 2008

277. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN IBU HAMIL TRIMESTER III MENJELANG PERSALINAN DI RSUD REMBANG JAWA TENGAH

278. HUBUNGAN PENURUNAN PRODUKTIFITAS KERJA PADA USIA LANJUT DENGAN TINGKAT KECEMASAN USIA LANJUT DI RT 01 DAN RT 02 DUSUN KEPEK DESA TIMBULHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA 2008

279. HUBUNGAN PENDAMPINGAN SUAMI DENGAN KELANCARAN PROSES PERSALINAN KALA I DI BIDAN DELIMA GENENG

280. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG GIZI SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI REMAJA PADA SISWA-SISWI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI LANGGUDU KABUPATEN BIMA PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

281. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG DBD DAN 3M DENGAN SIKAP PENGHUNI ASRAMA NTB BUMI GORA DALAM MENCEGAH TERJANGKITNYA DEMAM BERDARAH DENGUE DI YOGYAKARTA 2008

282. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN SIKAP DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK DI DESA TUMPUKAN KECAMATAN KARANG DOWO KABUPATEN KLATEN

283. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ANTENATAL CARE DENGAN KESIAPAN MENTAL IBU HAMIL TRIMESTER III MENGHADAPI PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDIRI I TABANAN, BALI

284. PENGARUH YOGA ”PRANAYAMA” TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DI BADAN PELAYANAN KHUSUS RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI BALI

285. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES LANSIA DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA “WALUYO HUSODO” TULUNGAGUNG 2008

286. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN SIKAP SUAMI TENTANG ASUHAN KEHAMILAN DENGAN DUKUNGAN SOSIAL SUAMI DALAM ASUHAN KEHAMILAN DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL YOGYAKARTA 2008

287. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DALAM TINDAKAN KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN KLIEN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES KULON-PROGO YOGYAKARTA

288. HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA SEBAGAI PENGAWAS MINUM OBAT DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI BP4 KLATEN

289. HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI IRD RUMAH SAKIT UMUM NEGARA BALI

290. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI DAN PENOLONG PERSALINAN DENGAN SIKAP IBU DALAM PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI DESA KEBON GULO BOYOLALI TAHUN 2008

291. HUBUNGAN ANTARA KESIAPAN MENTAL DENGAN PERUBAHAN ASPEK PSIKOSOSIAL LANSIA PASCA GEMPA DI RT 03 DAN RT 04 DUSUN KEPEK DESA TIMBULHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA 2008

292. PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK USIA SEKOLAH DALAM PENCABUTAN GIGI DI PUSKESMAS SELEMADEG TABANAN BALI

293. PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PIJAT BAYI TERHADAP PERILAKU IBU DALAM MELAKUKAN PIJAT BAYI SECARA MENDIRI DI POSYANDU JEMBOWATI DESA PURWOMARTANI KEC. KALASAN KAB. SLEMAN YOGYAKARTA

294. HUBUNGAN ANTARA PELAYANAN ANC PADA IBU HAMIL DENGAN TINGKAT KEPUASAN PELAYANAN ANC DI PUSKESMAS TABANAN II KABUPATEN TABANAN BALI

295. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG SENAM HAMIL DENGAN FREKUENSI SENAM HAMIL PADA IBU HAMIL DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK BHAKTI IBU YOGYAKARTA

296. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KANKER PAYUDARA DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI PADA WANITA UMUR 30-66 TAHUN DI DESA PEREAN KANGIN BATURITI TABANAN BALI

297. PENGARUH PELAKSANAAN SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI RW 11 KELURAHAN MUJA MUJU YOGYAKARTA

298. ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN (RELAPSE) PADA RESIDENT NAPZA DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA (PSPP) “SEHAT MANDIRI” PURWOMARTANI, KALASAN, SLEMAN, YOGYAKARTA

299. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN SUAMI DENGAN DUKUNGAN SOSIAL SUAMI PADA ISTRI DALAM MELAKUKAN PELAYANAN ANTENATAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LABUAPI KABUPATEN LOMBOK BARAT 2008

300. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG PERSIAPAN SIBLING DENGAN KEJADIAN SIBLING RIVALRY PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI PUSKESMAS KASIHAN I BANTUL YOGYAKARTA

301. ANALISIS KINERJA PERAWAT DITINJAU DARI BEBAN KERJA DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU PADA INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT dr. SOEROTO NGAWI

302. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG KONSELING KB DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI KELURAHAN KARTOHARJO KECAMATAN NGANJUK KABUPATEN NGANJUK JAWA TIMUR

303. HUBUNGAN ANTARA BAURAN PEMASARAN DENGAN KEPUTUSAN PASIEN UNTUK MEMBELI ULANG JASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2008

304. PENGARUH FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI RUMAH SAKIT CAKRA HUSADA KLATEN TAHUN 2008

305. PENGARUH STRES KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN RUMAH SAKIT CAKRA HUSADA KLATEN TAHUN 2008

306. HUBUNGAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT MATA “Dr.YAP” YOGYAKARTA 2008

307. HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU AMBARAWA

308. HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI BANGSAL “L” RSUP Dr.SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

309. http://skripsistikes.wordpress.com

310. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU PASCA IMUNISASI POLIO ULANG PADA BALITA DI POSYANDU MARGASARI TASIKMALAYA

311. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN SUAMI TENTANG MENOPAUSE DENGAN DUKUNGAN SOSIAL SUAMI SAAT ISTRI MENGHADAPI MENOPAUSE DI DESA SOROGENEN SOROSUTAN KECAMATAN UMBULHARJO YOGYAKARTA

312. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG IMUNISASI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN HEPATITIS B-1 PADA BAYI 0-7 HARI PUSKESMAS SAMBI I KABUPATEN BOYOLALI

313. HUBUNGAN POLA HIDUP SEHARI – HARI DENGAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI

314. HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN PERTUMBUHAN ANAK USIA 1 – 5 TAHUN DI POSYANDU SIDIKAN RW VI PANDEYAN UMBULHARJO YOGYAKARTA

315. PENGARUH PERAN SERTA SUAMI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL DALAM MENGHADAPI PROSES PERSALINAN DI DESA JEPAT LOR KEC. TAYU KAB. PATI

316. HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN FREKUENSI KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA ANAK USIA 1-2 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWODADI KABUPATEN PURWOREJO

317. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERSEPSI DAN PERILAKU REMAJA TENTANG MEROKOK DI SMP NEGERI 2 TODANAN BLORA JAWA TENGAH

318. PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP INVOLUSI UTERI PADA IBU POST PARTUM HARI I-III DI RSKIA PKU MUHAMMADIYAH KOTAGEDE

319. PERBEDAAN SIKLUS MENSTRUASI ANTARA IBU YANG MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD DENGAN KONTRASEPSI PIL DI DUSUN GERGUNUNG GERGUNUNG KLATEN UTARA KLATEN JAWA TENGAH

320. MOTIVASI BELAJAR DAN SUMBER-SUMBER INFORMASI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMUN 2 BANGUNTAPAN BANTUL

321. HUBUNGAN ANTARA PERIODE PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS ALAT RONTGEN DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

322. PERBEDAAN SIKLUS MENSTRUASI ANTARA IBU YANG MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD DENGAN KONTRASEPSI SUNTIK DI DUSUN GENENG SENTUL SIDOAGUNG GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

323. PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI MASA MENOPAUSE ANTARA IBU BEKERJA DAN IBU RUMAH TANGGA, DI DUSUN KEMUNING, KELURAHAN SEMANDING, KECAMATAN SEMANDING, KABUPATEN TUBAN-JAWA TIMUR

324. TINGKAT KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELLITUS DALAM MENGENDALIKAN KADAR GULA DARAH DI WILAYAH SOROSUTAN UMBULHARJO YOGYAKARTA

325. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DENGAN SIKAP PASANGAN USIA SUBUR TENTANG PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI DESA CITAMBA

326. HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS TLOGOSADANG PACIRAN LAMONGAN

327. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB SUNTIK DI KELURAHAN GIWANGAN, KECAMATAN UMBULHARJO, YOGYAKARTA

328. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KEBUTUHAN GIZI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BANCONG KECAMATAN WONOASRI KABUPATEN MADIUN

329. PENGARUH PEMBERIAN IMUNISASI DPT TERHADAP PERUBAHAN SUHU TUBUH PADA BAYI USIA 2-11 BULAN DI PUSKESMAS KOTA GEDE II YOGYAKARTA

330. HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI PONDOK PESANTREN NURUL UMMAH KOTAGEDE YOGYAKARTA

331. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT TBC DENGAN PERILAKU PMO PADA KELUARGA PENDERITA TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GEDANG SARI GUNUNG KIDUL

332. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR TENTANG KB SUNTIK DENGAN KETEPATAN WAKTU SUNTIK KEMBALI DI BPS ANISA JETIS SAPTOSARI GUNUNGKIDUL

333. PERBEDAAN PENINGKATAN BERAT BADAN IBU USIA SUBUR ANTARA PENGGUNA KONTRASEPSI HORMONAL SUNTIK DENGAN PIL DI DESA WONOSARI TUBAN

334. HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG BERMAIN DENGAN SIKAP DALAM PEMILIHAN ALAT PERMAINAN ANAK PRA SEKOLAH DI PAUD CERIA KELURAHAN BANJAREJO MADIUN

335. PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (3-5TAHUN) DI BANGSAL ANGGREK RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

336. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI DENGAN SIKAP MENJALANI DIET HIPERTENSI DI PUSKESMAS NGAWEN I KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI D.I.Y

337. HUBUNGAN POLA PERAWATAN PADA ANAK TUBERKULOSIS PARU PRIMER DENGAN LAMA PENYEMBUHAN PADA ANAK USIA 1-6 TAHUN DI DESA CIBUNTU CIBITUNG BEKASI

338. HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN SUAMI TENTANG PERAWATAN KEHAMILAN DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM PERAWATAN KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURBALINGGA KABUPATEN PURBALINGGA

339. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 3-5 TAHUN DI DUKUH BEKANGAN SEMBUNGAN NOGOSARI BOYOLALI JAWA TENGAH

340. PENGARUH SENAM HAMIL TERHADAP LAMANYA PROSES PERSALINAN DI KLINIK SWASTA NY. ENDANG PURWATI AM.Keb MERGANGSAN YOGYAKARTA

341. PENGARUH MANDI RENDAM PADA BAYI BARU LAHIR TERHADAP KEJADIAN HIPOTERMI DI BIDAN DIDIEN GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

342. HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 3-5 TAHUN DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATFAL REJOSARI, LOROG, TAWANGSARI, SUKOHARJO JAWA TENGAH


LANJUTAN...

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU AMBARAWA TAHUN 2007



PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIPERTENSI KEHAMILAN TERHADAP PEMELIHARAAN TEKANAN DARAH IBU HAMIL DI PUSKESMAS PUNDONG BANTUL

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASCA IMUNISASI POLIO PADA ANAKNYA DI POSYANDU MARGASARI TASIKMALAYA TAHUN 2007

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI BANGSAL L RSUP DR.SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2007

TINGKAT KEBERHASILAN PENYEMBUHAN TUBERKULOSIS PARU PRIMER PADA ANAK USIA 1-6 TAHUN DI DESA CIBUNTU CIBITUNG BEKASI DENGAN PENDEKATAN POLA PERAWATAN 2007

PENGARUH TEKNIK NAFAS DALAM TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA IBU PERSALINAN KALA I DI PONDOK BERSALIN NGUDI SARAS TRIKILAN KALI JAMBE SRAGEN

PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP TINGKAT KOOPERATIF SELAMA MENJALANI PERAWATAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (3 – 5 TAHUN) DI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA

PERBEDAAN SIKLUS MENSTRUASI ANTARA IBU YANG MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI IUD DENGAN KONTRASEPSI SUNTIK DI DUSUN GENENG SENTUL SIDOAGUNG GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

PENGARUH PERAN SERTA SUAMI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL DALAM MENGHADAPI PROSES PERSALINAN DI DESA JEPAT LOR KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI 2007

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN STRATEGI KOPING PADA KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA YANG DIRAWAT DENGAN PENYAKIT JANTUNG DI RSUD AMBARAWA 2005

SIKAP MAHASISWA DALAM PEMANFAATAN PROGRAM PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MAHASISWA (PPKM) BALAI PENGOBATAN SEWU HUSADA BHAKTI PRIMA YOGYAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA DI SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN BAKAT DAN POTENSI ANAK (Studi Kerjasama Creative Children Centre Stikes Surya Global Yogyakarta dengan Little Care)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU ASUH DENGAN PELAKSANAAN TOILET TRAINING SECARA MANDIRI PADA ANAK USIA TODLER DI TPA CITRA RSU RAJAWALI CITRA BANTUL

HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BURUNG PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN SALAM KABUPATEN MAGELANG PADA BULAN MARET TAHUN 2007

ANALISIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DALAM UPAYA PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERKAITAN DENGAN PREVALENSI KURANG TIDUR KRONIS PADA MAHASISWA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA SEBELUM DAN SETELAH MENGIKUTI SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA

HUBUNGAN PENDEKATAN STRATEGI DOTS (DIRECLY OBSERVED TREATMENT SHORTCORSE) DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KALASAN SLEMAN 2008

HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN PENYAKIT TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGMOJO II KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2003 – 2006

PENGARUH KONSELING KELUARGA TERHADAP PERBAIKAN PERAN KELUARGA DALAM PENGELOLAAN ANGGOTA KELUARGA DENGAN DM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOKAP I KULON PROGO 2007

HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU TERPASANG KATETER DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN YANG TERPASANG KATETER URETRA DI BANGSAL RAWAT INAP DEWASA KELAS III RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

HUBUNGAN POLA PERAWATAN PADA ANAK TUBERKULOSIS PARU PRIMER DENGAN LAMA PENYEMBUHAN PADA ANAK USIA 1-6 TAHUN DI DESA CIBUNTU CIBITUNG BEKASI 2007

TINGKAT KOOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH (3 – 5 TAHUN) MELALUI TERAPI BERMAIN SELAMA MENJALANI PERAWATAN DI RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA

STUDI TENTANG PROFESIONALISME SISTEM PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DAN INOVATIF DALAM RANGKA MENCEGAH TINGKAT KEMATIAN IBU PADA FASE HAMIL DAN BERSALIN

GAMBARAN PENYEBAB KEMATIAN MATERNAL DI RUMAH SAKIT (STUDI DI RSUD PESISIR SELATAN, RSUD PADANG PARIAMAN, RSUD SIKKA, RSUD LARANTUKA DAN RSUD SERANG, 2005)

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN MASYARAKAT DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HIDUP DASAR PADA KEJADIAN GAWAR DARURAT KELAUTAN DI KELURAHAN CILACAP SELATAN KABUPATEN CILACAP TAHUN 2006

HISTOCHEMICAL ANALYSIS OF MUCOPOLYSACCHARIDES OCCURRING IN MUCUS-PRODUCING TUMOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN IMT/U PADA BALITA VEGETARIAN LAKTO OVO DAN NON VEGETARIAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2008

GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMAKO KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE

TANGGUNG JAWAB ( RSPONSIBILITY ) DAN TANGGUNG GUGAT ( ACCOUNTABILITY ) PERAWAT DALAM SUDUT PANDANG ETIK

PERAN AYAH DALAM OPTIMALISASI PRAKTEK PEMBERIAN ASI : SEBUAH STUDI DI DAERAH URBAN JAKARTA

STRES KERJA

KEHIDUPAN PERKAWINAN BAHAGIA : DAMPAK POSITIF UNTUK DAMPAK KESEIMBANGAN MENTAL ANAK KINI DAN NANTI

KEPEMIMPINAN KLINIK ( CLINICAL LEADERSHIP ) DI RUMAH SAKIT MENUJU SISTEM YANG KONDUSIF BAGI PROFESIONALISME KEDOKTERAN DALAM RANGKA PATIENT SAFETY

GAMBARAN PERUBAHAN POLA HAID AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIKAN DEPO MEDROXY PROGESTERON ACETAT DI BIDAN PRAKTEK SWASTA “ NURMALI “ DESA KOTO PANAP KEC. TANAH KAMPUNG KAB. KERINCI TAHUN 2007

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN TINGKAT MOTIVASI SERTA KOMITMEN PERAWAT DAN BIDAN DENGAN PENERAPAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA KLINIK ( PMKK ) DAN FAKTOR YANG PALING BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN PMKK DI RSUD KOTA YOGYAKARTA

VENTILASI MEKANIK

PERBANDINGAN EFEK SUPLEMENTASI TABLET TAMBAH DARAH DENGAN DAN TANPA VITAMIN C TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA PEKERJA WANITA DI PERUSAHAAN PLYWOOD, JAKARTA 2003

ANALISIS SPASIAL DAN TEMPORAL KASUS TUBERKULOSIS DI KOTA YOGYAKARTA , JULI – DESEMBER 2004

PERAN C REACTIVE PROTEIN DALAM MENENTUKAN DIAGNOSA APPENDISITIS AKUT

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN EVALUASI KINERJA KARYAWAN UNTUK PROMOSI JABATAN

PERBANDINGAN PEMAKAIAN SIKLOPROVERA DAN HRP 102 SEBAGAI KONTRASEPSI SUNTIKAN BULANAN DENGAN DMPA, SEBUAH KONTRASEPSI SUNTIKAN TIGA BULANAN ( SEBUAH STUDI PENDAHULUAN )

ALTERED STATE OF CONSCIOUSNESS, AFIRMASI, DAN VISUALISASI UNTUK MENGATASI MASALAH OBESITAS

HUBUNGAN NATARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA PRIA DAN WANITA AKSEPTOR KONTRASEPSI MANTAP DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

MAKING FREGNANCY SAFER POLICY IMPLEMENTATION IN BANJAR DISTRICT, SOUTH KALIMANTAN PROVINCE

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP CIDERA FISIK DENGAN MOTIVASI UNTUK BERMAIN LAGI PADA ATLET SKATEBOARD

MAKNA PROFESIONALISME PERAWAT DALAM PERSPEKTIF PASIEN ( PENDEKATAN KUALITATIF )

MASSA NEKROTIK BERGRANUL HALUS EOSINOFILIK BERBERCAK BERCAK SEBAGAI PEMBEDA ABSES TUBERKULOSA DAN ABSES NON TUBERKULOSA

SPEKTRUM BAKTERIOLOGIK PADA BERBAGAI JENIS BATU SALURAN KEMIH BAGIAN ATAS

EFEKTIFITAS MODIFIKASI PERILAKU – KOGNITIF UNTUK MENGURANGI KECEMASAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI

MANAJEMEN UNIT GAWAT DARURAT PADA PENANGANAN KASUS KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DI RUMAH SAKIT UMUM TENGKU MANSYUR TANJUNG BALAI

MOTIVASI KERJA DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU PERAWAT DI RSUD Dr. H. MOH. ANWAR SUMENEP MADURA

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN IBU HAMIL MENGHADAPI KELAHIRAN ANAK PERTAMA PADA MASA TRIWULAN KETIGA

MOTIVASI BELAJAR DAN SUMBER-SUMBER INFORMASI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMUN 2 BANGUNTAPAN BANTUL

PENGARUH PEMBERIAN INFORMASI PRA BEDAH TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRA BEDAH MAYOR DI BANGSAL ORTHOPEDI RSUI KUSTATI SURAKARTA

HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

HUBUNGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SKILLS LAB MODUL SHOCK DENGAN PRESTASI YANG DICAPAI PADA MAHASISWA FK UGM ANGKATAN 2000

kuesioner kecemasan

dapatkan kuesioner kecemasan disini klik.

TEKNIK MEMBUAT KUESIONER TRACER STUDY

TEKNIK MEMBUAT KUESIONER TRACER STUDY


Untuk dapat mengetahui struktur jaringan komunikasi antar alumni diperlukan suatu cara tertentu pada pengumpulan data. Adapun cara pengumpulan data jaringan komunikasi adalah dengan mengajukan pertanyaan sosiometris, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi tertentu. Berdasarkan pengalaman, agar jaringan dapat dibuat sisiogramnya sebaiknya orang tersebut diminta untuk menunjuk paling sedikit tiga orang sumber informasi.

Berbeda dengan survei, dimana orang yang diwawancarai biasanya hanya suatu sample dari populasi, sedang untuk pertanyaan sosiometris ini diajukan kepada semua anggota populasi; atau dengan kata lain cara sensus. Seperti telah disebut pada pendahuluan, cara ini digunakan agar jaringan-jaringan komunikasi yang ada tidak putus karena pengambilan dengan cara sampling.

Namun demikian, untuk jumlah populasi yang terlalu besar, sensus dirasa sangat tidak efisien, serta terlalu banyak biayanya. Untuk itu, orang mengumpulkan data sosiometris dengan suatu cara yang disebut snow balling. Dari orang-orang yang telah mendapat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, kita mendapatkan beberapa nama. Nama-nama tersebut kita jadikan sasaran berikutnya. Demikian seterusnya.

Secara umum, dalam kuesioner analisis jaringan tracer study terdapat tiga kelompok pertanyaan yang perlu dibuat>



Pertama, kelompok identitas responden

Seperti dalam studi lain, identitas responden yang pokok meliputi identitas diri yaitu: (1) Nama, (2) Tanggal lahir/Usia, (3) kedudukan/jabatan dalam kelompok, (4) lama aktif atau berkiprah dalam kelompok/organisasi tersebut.

Pertanyaan pertama dan kedua, jelas, memang sangat diperlukan untuk mengetahui identitas responden. Sedangkan pertanyaan ketiga dan keempat, diperlukan terutama untuk mengetahui kedudukan atau posisi yang bersangkutan dalam kelompok, selama yang bersangkutan menjadi anggota (jaringan) kelompok tersebut. Ada kalanya responden dengan jabatan pengurus kelompok tetapi kiprahnya tidak begitu tampak, meskipun masa aktifnya telah lama. Kemungkinan lain adalah responden dengan kedudukan anggota, dengan masa aktif cukup lama, tetapi memiliki pengaruh kuat- karena yang bersangkutan menjadi sumber informasi dalam kelompok kecil tersebut. Ringkasnya, yang ingin dilihat dari jawaban pertanyaan nomor 3 dan 4 adalah kedudukan riil – baik secara sosiologis (jabatan) maupun secara psikologis (kedekatan emosional terhadap anggota tim) – dari responden.



Kedua, kelompok pertanyaan pokok

Yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku yang ingin diketahui/ditelusur dari responden. Misalnya, tracer study tentang jaringan komunikasi KB, khususnya inovasi dan adopsi metode kontrasepsi modern di kecamatan X, maka pertanyaan yang diajukan dapat berkisar pada:
pengetahuan responden tentang metode kontrasepsi modern.
Sikap responden tentang penggunaan metode kontrasepsi modern.
Perilaku responden dalam penggunaan metode kontrtasepsi modern.

Dalam istilah Bloom (1949) pengetahuan disebut ranah kognitif, sikap disebut ranah afektif dan perilaku disebut ranah psikomotor. Masing-masing ranah tersebut dapat dibuat lebih dari satu pertanyaan. Misalnya, masing-masing tiga, sehingga semuanya menjadi sembilan pertanyaan.

Contoh lain, adalah jaringan komunikasi agama (Islam) dan tingkatan religiusitas ibu-ibu dalam sebuah kelompok pengajian. Pertanyaan pokoknya adalah: pengetahuan, sikap dan perilaku responden tentang agama Islam dan atau dalam menjalankan praktik beragama Islam. Meminjam kategori Glock dan Stark (1963 dikutip Ancok, 1987), konsep religeusitas mempunyai lima dimensi, yaitu (1) ritual involvement- peribadahan wajib, (2) ideological involvement – keyakinan, (3) intellectual involvement – pengetahuan agama, (4) experiential involvement – pengalaman agama, (5) consequential involvement – keterlibatan dalam kegiatan masyarakat. Karena itu, pertanyaan dari masing-masing dimensi dapat berjumlah misalnya tiga buah, sehingga semuanya berjumlah 15 buah.



Ketiga, pertanyaan sosiometris

Yaitu pertanyaan tentang darimana responden tersebut memperoleh informasi tertentu. Misalnya, dalam jaringan komunikasi KB di atas, pertanyaannya adalah: darimana responden mendapatkan informasi tentang metode kontrasepsi modern dalam ber-KB. Dalam jaringan komunikasi agama ibu-ibu pengajian, adalah darimana responden mendapatkan informasi tentang aktivitas keagamaan/pengajian tersebut. Orang atau anggota kelompok yang disebutkan dapat berasal dari kelompok itu maupun dari kelompok lain. Agar tidak condong keluar, dan lebih memusatkan perhatian pada anggota kelompok sendiri, pertanyaan sosiometris ini dapat diberi jawaban antara empat sampai enam pilihan.



Daftar Pustaka

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Setiawan, B. dan A. Muntaha. 2000. Metode Penelitian Komunikasi II. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Jakarta.

panduan penelitian skripsi

A. MASALAH PENELITIAN

Masalah biasa didefinisikan sebagai kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, atau kesenjangan antara teori dengan praktik, kesenjangan antara cita dengan realita, atau sesuatu yang memerlukan jawaban dan penjelasan. Tidak selamanya, masalah dapat menggambarkan kesenjangan, tapi terkadang juga merupakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan

Apakah masalah itu?           
Masalah
1. Variabel yg menjadi tema pokok penelitian
2. Kasus yg menjadi fokus penelitian
Suatu variabel atau kasus menjadi permasalahan penel. jika terjadi kesenjangan antara kenyataan dan yang seharusnya dari variabel dan kasus tsb.

Macam-Macam Masalah
  Masalah deskriptif biasanya digunakan untuk model-model penelitian variabel tunggal, atau beberapa variabel tapi tidak mengukur intercorelatioanlnya, dan peneliti bermaksud hanya mendeskripsikan masing-masing variabel tersebut, seperti, bagaimana sikap masyarakat terhadap kehadiran hypermarket di kota kabupaten ?, Apakah layanan staf front desk sudah memberikan kepuasan bagi pelangan ? dan yang sebangsanya.
  Model komparatif dikembangkan jika penelitian dilakukan untuk membandingkan satu atau lebih variabel dalam dua kelompok sampel. Seperti, Adakah perbedaan produktifitas pemasaran antara karyawan tetap dengan karyawan kontrak ? dan yang sebangsanya.
  Sedangkan model asosiatif dikembangkan untuk penelitian yang bertendensi untuk menjelaskan pengaruh atau hubungan antara dua variabel atau lebih, seperti apakah motivasi berhubungan dengan prestasi kerja ?, apakah sistem penggajian mempengaruhi prestasi kerja karyawan ?, dan yang sebangsanya.

Kapan terjadi masalah?
  Bila ada informasi yg mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam pengetahuan kita
  Bila ada hasil-hasil yang bertentangan
  Bila ada suatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskannya melalui penelitian

Dimanakah sumber masalah?
  Pengalaman dan pengamatan
  Kepustakaan yg relevan dgn studi kita
  Mata kuliah yg kita programkan
  Jurnal, buku, abstrak dan majalah
  Seminar
  Tesis dan Disertasi
  Pakar, dan teman-teman

Apakah ciri-ciri masalah yang baik?
  Topik yg dipilih sangat menarik
  Pemecahan masalah mempunyai kontribusi dalam labangan pekerjaan atau bidang tertentu
  Merupakan hal baru
  Mengundangan rancangan yg kompleks
  Dapat diselesaikan dlm waktu yg diinginkan
  Tidak bertentangan dengan moral
   
Sedangkan syarat masalah riset keperawatan, menurut Sastroasmoro dan Ismail (1995), harus mengandung unsur-unsur = FINER

F : Bisa dijalankan (FEASIBLE)
I  : Menarik (INTERESTING)
N : Hal Baru (NOVEL)
E : Etika (ETHICAL )
R : Relevan (RELEVANT)

B. LATAR BELAKANG

latar belakang menjelaskan
         istilah/ kata kunci yg terdapat dalam judul penelitian
         alasan memilih judul
         alasan memilih responden
         alasan memilih lokasi penelitian
cara membuat latar belakang
  1. menelaah semua kepustakaan dan atau penelitian yang relevan dengan masalah yg menjadi minat peneliti.
  2. merumuskan masalah penelitian atas dasar konsep yang disesuaikan dengan daerah yg berbeda secara geografis, sosial budaya, kondisi & situasi dari penelitian sebelumnya
  3. latar belakang lebih mudah dibuat dari tinjauan pustaka.


Rumusan Masalah atau Pertanyaan Penelitian
Burns dan Grove (1998)
1   Apa yang salah atau perlu diperhatikan pada situasi ini?
2.  Dimana letak kesenjangannya?
3.  Informasi apa yang dibutuhkan untuk mencari masalah ini?
4.  Perlukah melakukan tindakan pelayanan   di klinik?
5.  Perubahan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut?

Polit dan Hunger (1993)
1.   Apakah pertanyaan penelitian berhubungan dengan tori atau praktik (substansi)?
2.  Bagaimana pertanyaan akan bisa dijawab (metodologis)?
3.  Apakah tersedia sarana dan prasarana yang memadai (practical dimensions)
4.  Dapatkah pertanyaan ini dijelaskan secara konsisten yang berdasarkan pada isu etik (syhical dimensions)?

Faktor-Faktor Yang Mendasari Perumusan Masalah
a. Mendefinisikan permasalahan/topik (fakta empiris-induktif)
b. Mulai mencari sumber kepustakaan (kajian teori-deduksi)
c. Interaksi antar teman sejawat   atau anggota tim
d. Layak dijabarkan
            - Waktu
            - Dana
            - Keahlian Peneliti
            - Tersedianya Responden
            - Fasilitas dan Alat
            - Kerja sama dengan tim lain
            - Pertimbangan Etika

D. MENYUSUN TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian biasanya menandakan tipe dari riset, misalnya deskriptif: studi kasus, cross sectional, kohort, case control dab experiment: trust-experiment, quasy eksperiment, dab praexperiment. Dengan adanya tujuan tersebut akan mempermudah untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Tujuan Umum
Adalah untuk membuktikan hubungan antara aktifitas perawat mengangkat klien dan kecenderungan kejadian LBP (retrospektif)
Tujuan Khusus
1. Menentukan adanya kecenderungan LBP pada perawat
2. Mengukur tingkat perbedaan antara perawat yang punya resiko bekerja LBP dalam hubungannya dengan umur
3. Lama kerja dan tugas mengangkat klien dari temapt tidur
4. Menemukan alasan perawat berhenti bekerja karena menderita LBP
5. Menentukan hubungan antara aktifitas perawat mengangkat klien dan kecenderungan kejadian LBP
Tipe pengukuran
Ada empat tipe pengukuran atau skala pengukuran yang digunakan di dalam statistika, yakni: nominal, ordinal, interval, dan rasio. Keempat skala pengukuran tersebut memiliki tingkat penggunaan yang berbeda dalam riset statistik.
  • Skala nominal hanya bisa membedakan sesuatu yang bersifat kualitatif (misalnya: jenis kelamin, agama, warna kulit).
  • Skala ordinal selain membedakan juga menunjukkan tingkatan (misalnya: pendidikan, tingkat kepuasan).
  • Skala interval berupa angka kuantitatif namun tidak memiliki nilai nol mutlak (misalnya: tahun, suhu dalam Celcius).
  • Skala rasio berupa angka kuantitatif yang memiliki nilai nol mutlak.
VARIABEL
Variabel dan Construct
-Variabel merupakan segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai
-Variabel merupakan penghubung antara contruct yang abstract dengan fenomena yang nyata.
-Variabel merupakan proxy atau representasi dari construct yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai.
-Nilai variabel tergantung pada construct yang diwakilinya.
-Nilai variabel dapat berupa angka atau atribut yang menggunakan ukuran atau skala dalam suatu kisaran nilai.

Tipe Variabel Penelitian
Dilihat Dari:
1. Fungsi variabel
2. Skala Nilai variabel
3. Perlakukan Terhadap variablel

Variabel dilihat dari fungsinya:
*      Variabel independen
*      Variabel dependen.
*      Variabel Intervening.

Variabel dilihat dari Skala Nilainya
*      Variabel kontinu yaitu variabel yang memiliki kumpulan nilai yang teratur dalam kisaran tertentu. Misal Tinggi-sedang, satu sampai dengan 7
*      Variabel Kategoris yaitu variabel yang memiliki nilai berdasarkan kaegori tertentu (skala nominal) Contoh: Sikap:Baik-buruk,
*      Dilihat Dari Perlakuannya
*      Variabel aktif yaitu variabel-variabel yang dimanipulasi untuk keperluan penelitian eksperimen.
*      Variabel atribut yaitu variabel yang tidak dapat dimanipulasi untuk keperluan riset, contoh: Intelegensi, sikap,jenis kelamin dsb.

PENGUKURAN VARIABEL
*      Pengukuran variabel merupakan tahap awal dari kegiatan pengukuran dalam penelitian. Tujuan pengukuran variabel ini baru pada tahap menjawab pertanyaan "bagaimana cara untuk mengukur variabel tersebut"? Selanjutnya muncul pertanyaan lanjutan; "apa yang diukur" atau "bagaimana cara merubah konsep, dan "apa alat ukurnya".
*      Mengukur adalah sebuah proses kuantifikasi, karena itu setiap kegiatan pengukuran berkaitan dengan jumlah, dimensi atau taraf dari sesuatu obyek/gejala yang diukur. Hasil dari pengukuran itu biasanya dilambangkan dalam bentuk bilangan.
*      Posedur pengukuran variabel dimulai dari pembuatan definisi operasional konsep variabel. Kerlinger mengungkapkan, bahwa definisi operasional itu melekatkan arti pada suatu konsep variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur suatu konsep variabel itu. Atau dengan ungkapan lain, definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasaikannya. Suatu contoh definisi operasional yang sederhana (kasar) dari konsep ‘inteligensi’ adalah skor yan dicapai pada tes intelegensi X.

Definisi Operasional
*      Definisi Operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur.
*      Menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk mengopersionalkan construct sehingga memungkinkan bagi peneliti lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran cosntruct yang lebih baik.

POPULASI dan sampel penelitian


Objek penelitian (“attributes” subjek penelitian); subjek penelitian; responden penelitian; sampling; studi populasi; studi sampling; populasi objek penelitian; sampel objek penelitian; populasi subjek penelitian; sampel subjek penelitian; populasi responden penelitian; sampel responden penelitian; generasilasi hasil penelitian sampling; informan penelitian; informan kunci; populasi homogen; populasi heterogen: ber-strata, ber-cluster, ber-area; sampel representatif; populasi terhingga; populasi takterhingga; populasi tak jelas/tak pasti

1. Populasi dan sampel penelitian

a. Populasi dan sampel objek penelitian
Sifat atau keadaan (attributes) dari sesuatu (orang, benda, atau lembaga) yang menjadi sasaran penelitian disebut sebagai objek penelitian (lihat uraian tentang ini dalam blog ini juga). Sifat atau keadaan orang, benda, atau lembaga yang akan diteliti itu umumnya sangat banyak (sangat luas, sangat dalam dan sebutan lain semacam itu–kecuali penelitiannya sangat amat terbatas). Keseluruhan sifat atau keadaan orang, benda, atau lembaga yang akan diteliti itu disebutlah sebagai populasi objek penelitian.
Jika seseorang guru melakukan penelitian tindakan kelas di Kelas IV pada mata pelajaran IPA, selama satu semester, dengan menggunakan pendekatan PAKEM, misalnya, maka keseluruhan hasil belajar IPA selama satu semester itu disebutlah sebagai populasi hasil belajar IPA satu semester. Untuk mengetahui keberhasilan peningkatan hasil belajar IPA dengan pendekatan PAKEM itu, guru mengetes murid. Soal tes yang diberikan guru pasti tidak akan mencakup seluruh materi pelajaran IPA selama satu semester, melainkan hanya “sebagian kecil” saja daripadanya, karena tidak mungkin mengetes seluruhnya dengan soal yang sangat amat banyak sekali.
Dalam penelitian tindakan kelas tersebut, pengetahuan (penguasaan materi) IPA murid yang telah dipelajari selama satu semester itu jadilah sebagai objek (sasaran) yang akan diteliti (objek penelitian). Dalam rumusan objek penelitian di muka, pengetahuan IPA murid yang dipelajari selama satu semester itu disebut dengan “sifat atau keadaan” (keadaan tahu atau tidak tahu) murid. Keseluruhan pengetahuan atau pemahaman IPA murid yang telah dipelajari satu semester itu disebutlah sebagai populasi objek penelitian. Soal yang dibuat guru hanya mengetes sebagian kecil saja dari keseluruhan pengetahuan IPA murid. Sebagian kecil pengetahuan IPA murid yang dites itu disebutlah sebagai sampel dari keseluruhan (populasi) objek penelitian, yang dapat disebut sebagai sampel objek penelitian. Sampel objek penelitian inilah yang secara langsung diteliti, sedangkan populasinya tidak diteliti secara langsung, melainkan “diwakili” oleh sampelnya.
Jadi, populasi objek penelitian adalah keseluruhan sifat atau keadaan seseorang, sesuatu benda, atau sesuatu lembaga yang menjadi sasaran penelitian. Sampel objek penelitian adalah sebagian dari keseluruhan sifat atau keadaan orang, benda, atau lembaga yang menjadi sasaran langsung penelitian.

b. Populasi dan sampel subjek penelitian
Sesuatu (orang, benda, lembaga) yang sifat atau keadaannya akan diteliti disebut subjek penelitian. Jadi, dengan kata lain, subjek penelitian adalah sesuatu (orang, benda, atau lembaga) yang sifat atau keadaannya akan diteliti. Jika subjek penelitian tersebut banyak, disebutlah keseluruhan subjek penelitian tersebut sebagai populasi subjek penelitian).
Kerap kali, dalam penelitian, populasi subjek penelitian inilah yang suka disebut dengan populasi penelitian. Jarang atau tidak pernah orang menyebut populasi penelitian yang lain, yaitu populasi objek penelitian dan populasi responden penelitian.
Jadi, populasi subjek penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian, apakah berupa orang, benda, atau lembaga. Setiap subjek penelitian (apakah seseorang, sesuatu benda, atau sesuatu lembaga) merupakan anggota populasi subjek penelitian.
Seluruh murid Kelas IV yang dikenai penelitian tindakan kelas seperti dicontohkan di muka, merupakan populasi penelitian. Setiap muirid Kelas IV tersebut merupakan anggota populasi subjek penelitian. Karena seluruh anggota populasi subjek penelitian diteliti (dites), maka penelitian yang dilakukan disebutlah dengan studi populasi.
Jika guru melakukan wawancara kepada beberapa murid mengenai apakah senang dengan pendekatan PAKEM yang digunakan guru, maka beberapa (sebagian) murid tersebut disebutlah sebagai sampel penelitian (sampel subjek penelitian), dan studi atau penelitiannya disebutlah sebagai studi sampling atau penelitian sampling (penelitian terhadap sampel).

c. Populasi dan sampel responden penelitian
Ada kalanya seseorang peneliti ingin mengetahui (meneliti) sifat atau keadaan subjek penelitian, akan tetapi tidak secara langsung bertanya kepada atau mengamati subjek penelitian itu sendiri. Sebagai misal, peneliti ingin mengetahui semangat belajar murid-murid yang berasal dari kalangan anak-anak jalanan. Peneliti tidak mengamati perilaku murid dimaksud untuk mengetahui mereka bersemangat belajar atau tidak, melainkan bertanyakan hal tersebut kepada para gurunya. Jadi, para guru diminta memberikan “respon” terhadap pertanyaan yang diajukan peneliti. Para guru yang diminta memberikan respon tersebut disebutlah sebagai responden. Jadi, responden penelitian adalah seseorang yang diminta memberikan respon (jawaban) terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dengan demikian, dapat terjadi, subjek penelitian sekaligus menjadi responden penelitian, yaitu jika pertanyaan diajukan langsung kepada subjek penelitian.
Jika, dalam contoh kasus di atas, peneliti ingin meneliti murid-murid anak jalanan itu sekabupaten tertentu, tetapi kemudian yang dijadikan responden hanya sekian guru dari sekian sekolah, maka para guru yang menjadi responden tersebut disebut sebagai sampel responden penelitian.
Jadi, responden penelitian adalah seseorang yang diminta atau akan diminta memberikan respon (jawaban) terhadap pertanyaan penelitian mengenai sifat atau keadaan yang menjadi objek penelitian. Responden dapat berupa subjek penelitian, bisa pula orang lain yang memberikan “komentar” (pendapat, penilaian dsb) mengenai sifat atau keadaan subjek penelitian. Keseluruhan responden penelitian disebut populasi responden penelitian, sementara sebagian dari populasi responden penelitian yang ditanyai secara langsung disebut sebagai sampel responden penelitian.



d. Generalisasi hasil meneliti sampel kepada populasinya
Hasil penelitian terhadap sampel penelitian (subjek ataupun responden penelitian) tidak hanya diberlakukan bagi sampel itu saja, melainkan diberlakukan secara umum kepada populasinya. Pemberlakuaan secara umum tersebut disebut dengan generalisasi. Jadi, dengan kata lain, generalisasi adalah pemberlakuan hasil penelitian terhadap sampel kepada populasinya.
Contoh, ketika seorang ibu memasak sayur, biasa ibu mencicipi sayur tersebut (sebagian kecil saja, sesendok, dari seluruh sayur sebelanga atau sepanci, jadi sampel dari seluruh sayur). Hasil cicipan itu tidak hanya berlaku bagi sampelnya (sesendok sayur), melainkan bagi seluruh populasi sayur (sebelanga atau sepanci sayur). Lalu dikatakanlah sayur itu sudah enak rasanya ataukah belum.
Contoh lain, untuk mengetahui golongan darah, setetes darah dari tubuh seseorang (dari ujung jari, biasanya) dicek. Hasilnya berlaku untuk seluruh darah yang ada di dalam tubuh orang tersebut. Jadi orang tersebut akan dikatakan bergolongan darah A, B, AB ataukah O, dan itu berlaku bagi seluruh darah yang ada di tubuhnya, bukan yang ada di ujung jari tangannya saja.

e. Informan penelitian
Informan penelitian adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan (informasi) tentang objek (sasaran) penelitian, yang lazimnya berkaitan dengan sifat dan atau keadaan kelembagaan, termasuk pranata kemasyarakatan.
Informasi yang akan diperoleh dari informan penelitian bukan bersifat pribadi (sifat pribadi, pendapat atau pandangan pribadi, penilaian pribadi dsb), melainkan (lazimnya), seperti telah disebutkan di atas, merupakan informasi kelembagaan (organisasi atau pranata sosial).
Contoh pranata sosial adalah pendidikan, perkawinan, kekeluargaan, dsb. Termasuk di dalamnya berbagai upacara semisal (di Jawa) mitoni, midodareni, kumbokarnan, tedak siti, saparan, nyadran, tahlilan, yakowiyu, grebeg mulud, dan juga lebaran kupat. Jika seseorang ingin menelitinya, maka orang yang paling memahami tatacara dan (mungkin) sejarah dan makna di balik tatacara “pranata sosial” tersebut dijadikanlah sebagai informan penelitian.
Karena informan “mewakili” kelembagaan, maka keseluruhan informan (jika lebih dari satu) bukanlah sebagai populasi (seperti gabungan subjek atau responden penelitian), melainkan sebagai satu kesatuan (hanya ada “satu” walaupun beberapa orang informan). Tegasnya tidak ada populasi informan. Oleh karena tidak ada populasi informan, maka tidak ada pula sampel informan.
Dalam melakukan penelitian (pengumpulan data) peneliti dapat “bergerak” dari satu informan ke informan lain sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu ada yang dikenal sebagai informan kunci, yaitu: (1) yang paling tahu banyak informasi mengenai objek yang sedang diteliti, atau (2) yang mempunyai informasi umum menyeluruh, sementara detail atau rincian yang lebih khusus pada aspek atau bidang tertentu ada pada orang (informan) lain.
Oleh karena tidak ada populasi informan dan sampel informan, maka tidak ada kegiatan menentukan jumlah informan penelitian. Peneliti cukup langsung menuju “lokasi penelitian,” bertanyakan mengenai kepada siapa harus bertanya jika ingin mengetahui tentang ini itu, atau, jika sudah punya gambaran, langsung menuju informan (misalnya tentang acara atau tatacara nyadran kepada kaum atau modin). Jika di sesuatu lembaga atau daerah ada “yang dituakan” (di sekolah misalnya kepala sekolah, di perpustakaan kepala perpustakaan, di dusun kepala dusun), untuk menemukan informan sesuai dengan data yang ingin dihimpun, dapatlah pertama-tama menghubungi orang yang dituakan tersebut. Ingat, yang bersangkutan bukan informan, hanya sebagai tempat awal bertanya tentang informan yang dicari. Informan, dengan demikian, bukan semua orang yang memberikan informasi apapun, melainkan yang mampu atau bisa memberikan informasi penelitian (memberikan data-data yang menjadi sasaran penelitian, atau tentang objek penelitian).
Informasi yang diperoleh dari keseluruhan informan (kunci dan bukan kunci) merupakan satu kesatuan informasi yang saling melengkapi (komplementer), bahkan dapat menjadi sarana “saling koreksi informasi” (semacam “trianggulasi”), tidak berdiri sendiri-sendiri. Informasi dari responden (subjek penelitian atau murni responden penelitian), di sisi lain, bersifat individual atau pribadi (pendapat pribadi, penilaian pribadi), sehingga bisa banyak pendapat atau penilaian pribadi yang berbeda-beda dari sekian banyak responden.
Di atas disebut-sebut “trianggulasi” [dari tri = tiga + angel (baca: aenggl = sudut, bukan aenjel =malaikat/bidadari); jadi "triangel"  berarti tiga sudut alias segi tiga. Sebutan segi tiga atau, tepatnya, tiga sudut itu sekedar untuk menyebut banyak (jama' atau plural). Maksudnya dari banyak sudut (sudut pendekatan, sudut pandang). Tegasnya trianggulasi itu memperbanyak sudut pendekatan (penghampiran, peninjauan). "Tri" dalam arti banyak itu  sama seperti orang Jawa menyebut "sewu" (seribu), misalnya pada Grojogan Sewu (air terjun di Tawangmangu), Candi Sewu (Prambanan), dan Lawang (pintu) Sewu (Semarang) yang sebenarnya tidak sampai berbilang seribu, tapi dimaksudkan banyak sekali (air terjunnya banyak sekali, candinya banyak sekali, pintunya banyak sekali). Juga nyuwun sewu (aslinya, atau lengkapnya, nyuwun sewu apunten = mohon banyak maaf) yang suka dilanjutkan dengan nderek langkung (numpang lewat). Urang Sunda memendekkannya menjadi "punten" (asli atau lengkapnya "nuhunkeun/nyuhunkeun dihapunten/pangapunten"). Sunda kuno ucapannya "sampurasun" (kira-kira: sampura, Sun = hampura, Ingsun; ingsun = saya; hampura dihaluskan jadi hapunten).
Dalam mengumpulkan data pada penelitian kualitatif, diseyogyakan dengan menggunakan trianggulasi atau banyak pendekatan (multimethods dan multirespondents/informen), yaitu tidak cuma mengumpulkan data atau informasi dari satu macam responden (misalnya para guru saja) atau satu informan (hanya kaum atau modin saja), dan tidak hanya menggunakan satu teknik pengumpulan data saja (misalnya hanya angket), melainkan beberapa macam responden (guru, murid, orang tua murid, tokoh masyarakat), beberapa informan (modin, kepala dusun, kiyai), dan beberapa teknik pengumpulan data (angket, wawancara, observasi, dokumenter).

2. Persyaratan pengambilan sampel (sampling)
Cara mengambil (pengambilan) sampel dari populasinya disebut dengan sampling. Cara pengambilan sampel akan menentukan ketepatan penggeneralisasian hasil penelitian dari sampel kepada populasinya. Penggeneralisasian hasil penelitian dari sampel dikatakan tepat apabila "sifat atau keadaan" yang ditunjukkan atau digam,barkan dari hasil penelitian terhadap sampel itu benar-benar cocok dengan sifat atau keadaan populasi tersebut. Sayur (dari penelitian terhadap sampel, cicipan) dikatakan kurang garam, misalnya, jika seluruh sayur (sebelanga atau sepanci) itu memang benar-benar kurang asin. Dikatakan tidak tidak tepat jika berdasar hasil penelitian (pencicipan) terhadap sampel sayur simpulannya sayur itu kurang garam, padahal dalam kenyataan secara kseluruhan sayur itu justru terlampau asin. Dikatakan tidak tepat, contoh lain, jika dari penelitian terhadap sampel dikatakan bahwa "semuanya senang menonton sinetron berbau misteri", tetapi dalam kenyataan para penonton sebagian besar tidak suka sinetron misteri.
Agar hasil penelitian dari sampel benar-benar dapat mencerminkan sifat atau keadaan populasinya, maka sampel itu harus benar-benar representafif, yaitu mencerminkan ciri-ciri kondisi populasinya. Dalam bahasa lain, sampel harus benar-benar mewakili populasinya. Jadi, jika populasinya beragam (dalam aspek tertentunya), maka sampelnya pun harus beragam pula seperti populasinya.
Oleh karena itu, sebelum mengambil sampel, hendaknya diketahui terlebih dahulu ciri-ciri kondisi populasinya. Berikut dipaparkan penggolongan ciri-ciri kondisi populasi (dalam hal ini populasi subjek dan atau responden penelitian) yang perlu diperhatikan dalam (untuk) pengambilan sampel.

3. Ciri-ciri kondisi populasi

a. Populasi seragam (homogen) dan beragam (heterogen)
Populasi penelitian disebut homogen apabila antar anggotanya relatif memiliki kesamaan ciri-ciri atau kondisi umum. Darah, misalnya, termasuk yang memiliki kesamaan sifat atau kondisi (berkaitan dengan golongan darah) di seluruh tubuh. Demikian pula dengan sayur (sayur asem, sayur lodeh dsb) pada saat dimasak (sedang mendidih). Maksudnya di bagian manapun dari belanga atau panci memasak, "rasa" sayur memiliki kesamaan. Orang Islam, di manapun, contoh lain, memiliki kesamaan, yakni kesamaan dalam hal pemelukan agama (soal ketataatan beragama tentu beragam).
Populasi penelitian dikatakan heterogen apabila memiliki ciri-ciri atau kondisi umum yang tidak sama di antara anggota-anggotanya. Ketidaksamaan itu dapat terjadi antara lain karena di antara anggota-anggotanya ada perbedaan dari aspek sebagai berikut.
(1) Strata atau lapisan. Misalnya:
(a) status ekonomi (perbedaan pemilikan harta benda): ada milyarder, jutawan, menengah, miskin, dan di bawah garis kemiskinan);
(b) tingkat pendidikan (tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh: ada yang berpendidikan PT, SMTA, SMTP, dan SD);
(c) lapisan kemasyarakatan atau sosial: ada kelompok elite, menengah, dan bawah atau "wong cilik";
(d) tingkatan "keilmuan keagamaan" (Islam) : ada kiyai, santri, dan "abangan");
(e) tingkatan usia: ada bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, dan lansia;
(f) tingkatan kelas di sekolah: ada Kelas XII, XI, X SMA; Kelas IX, VIII, VII SMP; dan Kelas VI, V, IV, III, II, I SD.

(2) Cluster[klaster] atau golongan, dan juga gugus atau kelompok. Misalnya:
(a) golongan berdasarkan pemelukan agama: ada yang beragama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu;
(b) jenis kelamin: ada laki-laki dan perempuan;
(c) pekerjaan: ada petani, PNS, pedagang, buruh bangunan, pegawai swasta, wirausahawan dllsb.
(d) kelompok atau gugus: guru di satu sekolah, murid di satu kelas, sekolah di satu gugus sekolah,.
Ada orang yang menyamakan cluster dengan strata, maksudnya sebutan strata sama dengan cluster (di dalamnya tercakup baik lapisan, maupun golongan).

(3) Area (wilayah), geografis dan atau administratif (juga ada yang menyebutnya strata). Misalnya:
(a) geografis: ada desa, pinggiran kota, kota, dan metropolitan;
(b) administratif: ada desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, propinsi.
Heteroginitas (keragaman) tersebut perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel manakala diduga atau diperkirakan akan membawa perbedaan terhadap hasil penelitian (sesuai objek yang diteliti). Misalnya, jika dianggap jenis kelamin tidak berkaitan dengan prestasi belajar, maka unsur jenis kelamin itu tidak perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel penelitian yang akan meneliti tentang prestasi belajar. Maksudnya, tidak harus unsur jenis kelamin laki-laki terwakili, perempuan juga terwakili. Jika yang diteliti mengenai selera menonton sinetron (jenis tayangan), mungkin jenis kelamin itu akan membuat perbedaan, jadi perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel. Jika perbedaan tingkat (kelas I, II, III di sekolah) diperkirakan akan mempengaruhi penilaian mengenai ketersediaan koleksi perpustakaan sekolah, contoh lain, maka dari tiap tingkat (kelas) itu harus ada sampel yang terambil.

b. Populasi terhingga, tak terhingga, dan tak jelas/tak pasti
Banyaknya anggota populasi ada yang terhingga (bisa dan mudah dihitung), ada pula yang tak terhingga (tak bisa atau tidak mudah dihitung). Murid di sesuatu sekolah, atau mahasiswa di sesuatu fakultas, dan karyawan serta guru/dosen yang ada di situ, jelas merupakan sesuatu yang bisa dan mudah dihitung. Bahkan di sesuatu kecamatan, kabupaten, propinsi, bahkan nasional pun masih bisa dan mudah dihitung (walau mungkin tidak tepat benar).
Jumlah “santri mukim” (yang mondok dan belajar di sesuatu pesantren) bisa dan mudah dihitung, tetapi jumlah “santri kalong” (yang hanya datang sore/malam hari untuk belajar agama di pesantren, kemudian pulang ke rumah masing-masing, mungkin tak terhingga (karena bisa kadang hadir kadang tidak, walau masih bisa dikira-kira). bahkan, jumlah orang yang suka (sukarela) mengikuti pengajian di sesuatu pondok pesantren besar (lebih-lebih di sekian banyak pesantren) mungkin menjadi tak terhingga, karena kehadirannya tidak ajeg. Apalagi (walau sekedar ilustrasi) banyaknya bintang di langit, atau pasir di pantai.
Bahkan, lebih dari sekedar tak terhingga, di antara populasi itu ada yang benar-benar tidak jelas jumlahnya. Andaikata seseorang akan meneliti pelaku kawin siri, misalnya, tentu tidak mudah mendapatkan data berapa banyak (karena siri sama dengan diam-diam). Begitu pula dengan banyaknya WTS, pengguna merek pasta gigi tertentu, pengguna narkoba, pencuri, pencopet dan pengutil, serta koruptor di sesuatu kabupaten. Tentu populasinya (banyaknya anggota populasi) tidak jelas.
Sekedar untuk merangkum, populasi terhingga adalah populasi penelitian (subjek dan atau responden) yang jumlah anggotanya bisa dan mudah dihitung; populasi tak terhingga adalah populasi penelitian (subjek dan atau responden) yang jumlah anggotanya sulit dan tidak mungkin dihitung; populasi tak jelas adalah populasi penelitian (subjek dan atau responden) yang jumlah anggotanya tidak bisa diketahui secara pasti jumlahnya, bahkan keberadaannya.
Berdasarkan kondisi atau ciri-ciri populasi seperti disebutkan di atas, maka ada teknik-teknik pengambilan sampel (teknik sampling) yang, paling tidak, disepakati para ahli metodologi penelitian, sebagai cara atau teknik yang dianggap akan mendapatkan sampel yang representatif atau mendekati representatif.
Teknik pengambilan sampel (sampling) ini akan dibicarakan dalam bagian (tulisan) berikut.

3. Total sampling (?)
Oh, ya, sebelum lanjut, perlu diinformasikan bahwa ada yang mengemukakan konsep dasar pengambilan sampel dengan menegaskan bahwa mengambil sampel seluruh anggota populasi jauh lebih baik dari mengambil sampel sebagian anggota populasi. Ini dinamakan sampel total (pengambilan sampel secara keseluruhan disebut  “total sampling”).
Konsep tersebut tentu menjadi kacau. Sampel suka diindonesiakan menjadi cuplikan; jadi sampling indonesianya mencuplik. Arti mencuplik adalah mengambil sebagian dari keseluruhan. Jadi, jika keseluruhan itu diambil, maka tidak ada cuplikannya. Bayangkan dengan kias “mencicipi” masakan, yang berarti mengambil sebagian kecil untuk dirasakan, tidak mengambil seluruhnya. Masak, nyicipi sayur sepanci dimakan semua? Jadi, total sampling dan sampel total itu istilah yang kacau balau. Meneliti seluruh anggota populasi kita sebut dengan studi populasi atau sensus. Sampel, ya sampel, sebagian saja dari populasi. Populasi ya populasi, tidak ada sampel sama dengan populasi.

SAMPEL, sampling, dan populasi penelitian (Bagian II: Teknik sampling II)

Mengingat tulisan tentang sampel, samping, dan populasi penelitian ini dipotong-potong menjadi beberapa bagian, maka sebelum masuk ke pembahasan bagian ini, perlu dirujuk ulang secara singkat apa yang penting dipahami terlebih dahulu.
Pertama, dalam penelitian ada subjek penelitian, yaitu seseorang atau sesuatu, apa saja, yang tentangnya (sifatnya, keadaannya, “attribute”-nya) penelitian akan dilakukan. Sifat atau keadaan (“attribute”) subjek yang akan diteliti itu disebut sebagai objek penelitian. Jika subjek penelitian banyak, maka keseluruhan subjek penelitian itu disebut populasi subjek penelitian. Setiap subjek penelitian merupakan anggota populasi subjek penelitian.

Kedua, ada kalanya penelitian, dalam arti pengumpulan data, dilakukan kepada/terhadap subjek itu sendiri, ada kalanya kepada/lewat orang lain. Siapapun yang “ditanyai” (dalam arti luas) mengenai sifat keadaan subjek penelitian itu, disebut responden penelitian. Jadi subjek penelitian bisa sekaligus menjadi responden penelitian, bisa juga tidak. Orang lain yang ditanyai mengenai sifat keadaan subjek merupakan responden murni (maksudnya yang bukan subjek penelitian). “Responden murni” yang jumlahnya banyak disebut populasi responden penelitian. Populasi responden penelitian jadinya merupakan keseluruhan responden penelitian. Setiap responden disebut anggota populasi responden penelitian.


1. Populasi tak terhingga dan tak jelas (tak pasti)
Populasi penelitian, apakah itu populasi subjek penelitian, ataukah populasi responden penelitian, ada yang jumlah anggotanya bisa dan mudah dihitung, ada yang tidak bisa atau tidak mudah dihitung. Oleh karenanya populasi penelitian dibedakan (oleh Penulis) menjadi tiga kategori. Pertama populasi terhingga, kedua populasi tidak terhingga, dan ketiga populasi tidak jelas atau tidak pasti.
Populasi terhingga adalah populasi yang anggota-anggotanya sangat mungkin dan bisa dihitung. Terhingga artinya ada hitungan tertentu, bisa dihitung jumlah atau banyaknya. Sebaliknya, tak terhingga artinya tidak bisa dihitung jumlah atau banyaknya. Ini seperti kalau orang mengucapkan, “Hutang budi kami kepadanya sungguh tiada terhingga.” Jadi, populasi tak terhingga adalah populasi penelitian yang jumlah anggotanya tidak bisa atau tidak mudah dihutung.
Pengambilan sampel dari populasi terhingga telah dibicarakan di muka. Teknik-teknik sampling yang telah dibicarakan, yaitu teknik simple random sampling, systematic sampling (teknik ordinal), stratified random sampling, cluster random sampling, dan area random sampling, semuanya berkaitan dengan populasi terhingga.
Oleh karena itu yang akan dibicarakan berikut adalah teknik pengambilan sampel (teknik sampling) dari populasi tak terhingga dan tak jelas atau tak pasti.
Seperti telah disebutkan pada uraiana terdahulu, populasi tak jelas atau tak pasti adalah populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak diketahui secara pasti, tidak jelas keberadaan dan jumlahnya. WTS, sebagai contoh, dapat diketahui umum keberadaannya–karena ada tempat-tempat tertentu yang biasa mereka ada di situ, akan tetapi tidak pasti banyaknya (tak bisa “dihingga”–karena sebagian tidak diketahui juga keberadaannya).
Di sisi lain, orang yang kawin siri, yang, walaupun “diketahui adanya” karena ada banyak ceritera dan kabar berita tentangnya, akan tetapi keberadaannya saja pun tidak diketahui secara pasti di mana, apalagi jumlahnya. Itu contoh populasi tak jelas atau tidak pasti. Contoh lain adalah keluarga yang sejahtera (sakinah, mawaddah, dan rohmah). Pasti ada yang demikian, tetapi di mana (keluarga yang mana saja) dan berapa jumlahnya, tak jelas, tak bisa dipastikan.
Berikut akan dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan populasi tak terhingga dan tak jelas serta sampel dan teknik pengambilan sampelnya.
Sebagai catatan, teknik-teknik yang akan dipaparkan ini bisa atau mungkin juga digunakan untuk mengambil sampel dari populasi terhingga, akan tetapi tentu akan menjadi “jelek” sekali representativitasnya, sehingga hasilnya (untuk generalisasi) menjadi tidak bisa dijamin keakuratannya.

2. Teknik-teknik nonprobability sampling
Seperti telah disebutkan, populasi (populasi subjek dan atau responden penelitian) tak terhingga adalah populasi yang jumlah anggotanya tidak bisa atau tidak mungkin dihitung, sehingga tidak diketahui secara pasti berapa jumlah anggota populasi tersebut, sedangkan populasi tak jelas atau tidak pasti adalah populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak jelas atau tidak bisa dipastikan jumlahnya.
Oleh karena anggota populasinya tidak diketahui secara pasti siapa saja dan berapa banyak, maka tidak mungkin mengambil sampel dari populasi tersebut secara adil, memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil menjadi sampel (probability sampling), atau mengambil sampelnya secara acak (random sampling). Oleh karena tidak memberi peluang yang adil, yang sama, kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel, maka teknik-teknik pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dan tidak jelas ini dikelompokkan ke dalam rumpun nonprobability sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil sebagai sampel, atau nonrandom sampling (cara pengambilan sampel yang tidak acak).
Apa saja teknik-teknik sampling (pengambilan sampel) yang nonprobability (nonrandom) itu, dan kapan atau terhadap populasi yang seperti apa cocok digunakan, akan dibahas satu per satu, disertai contoh penggunaan agar mempermudah yang akan menerapkannya dalam praktik.
3. Quota sampling
Teknik quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi tersebut.
Pada uraian terdahulu telah disebutkan bahwa penetapan banyaknya sampel yang akan diambil dengan quota sampling berbeda makna dan teknis dari penetapan jumlah sampel pada populasi terhingga. Pada populasi terhingga penetapan jumlah sampel yang akan diambil itu lazimnya bersifat “proporsional,” setidak-tidaknya memperhatikan “besaran atau banyaknya anggota populasi), sehingga sebanding atau mendekati sebanding jumlah anggota dalam populasi (bahkan selalu seiring dengan heteroginitas populasi), karena jumlah anggota populasi jelas hitungannya. Oleh karena jelas hitungan anggota populasinya, maka untuk representativitas, pengambilan sampel biasanya menggunakan persentase.
Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa diperhitungkan secara tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota populasi tidak diketahui secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya, nonrandom sampling.
Contoh:
Peneliti ingin mengetahui apa yang menjadi latar belakang (motivasi, niat) yang sesungguhnya dari para orang tua ingin menyekolahkan anaknya pada sekolah tertentu. Para orang tua di sini dimaksudkan mereka yang memiliki anak usia sekolah tertentu dan belum masuk ke sekolah tersebut (bukan orang tua murid, melainkan orang tua anak usia sekolah).
Keinginan para orang tua itu tentu bisa benar-benar dilaksanakan, bisa pula tidak. Kenapa? Jika sekolah itu sekolah yang termasuk elit, mungkin saja ada orang tua yang dalam hatinya ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut, tetapi tidak bisa karena tak mampu dan alasan lainnya. Jadi, keinginan (motivasi, niat) itu sebenarnya ada, tapi tidak hendak (karena tidak bisa atau tidak mungkin) diaktualisasikan (diwujudkan).
Dengan “status” seperti itu maka jumlah populasi orang tua tersebut menjadi tak terhingga, karena orang tua anak usia sekolah yang “berkeinginan” itu bisa tak diketahui secara pasti. Ini berbeda dengan jumlah orang tua yang benar-benar mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yang bisa dipastikan jumlahnya akan terhingga, bisa dihitung, karena tercatat sebagai pendaftar (lebih-lebih yang benar-benar anaknya diterima).
Oleh karena berkeadaan seperti itu, maka peneliti dapat menetapkan besaran “kuota” sampel yang akan diambil dengan memperhitungkan yang mendaftar dan perkiraan banyaknya yang sebenarnya berkeinginan tadi. Jelasnya: Jika yang medaftar ada 200 orang–yang diterima mungkin hanya 90 orang–berapa kira-kira yang tidak mendaftar tetapi berkeinginan?
Catatan:
Jika penelitian ini melibatkan orang tua anak usia sekolah yang benar-benar mendaftarkan anaknya dan yang tidak mendaftarkan anaknya (tetapi berkeinginan tadi), maka ada dua subpopulasi dari populasi orang tua anak usia sekolah yang berminat mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yaitu (1) yang benar-benar mendaftar, dan (2) yang potensial (ada keinginan) mendaftar tapi tidak mendaftarkan anaknya.
Dari yang mendaftar (karena tercatat, jumlahnya pasti, jadi merupakan subpopulasi terhingga) tentu dapat diambil sampel dengan teknik-teknik probability sampling. Sampel yang akan diambil dengan quota sampling adalah sampel dari para orang tua yang berkeinginan tetapi tidak mendaftar.
Apabila penelitian dilakukan jauh hari sebelum masa pendaftaran dilakukan, maka populasinya secara sekeluruhan bersifat tak terhingga (hanya ada “satu” populasi, tidak terdiri atas “dua subpopulasi”), karena yang mendaftar belum ada. Oleh karenanya maka sampelnya dapat diambil dengan teknik quota sampling.

4. Purposive sampling
Istilah purposive sering diterjemahkan bertujuan, karena purpose artinya maksud atau tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya sebagai pengambilan sampel “with purpose in mind” (dengan tujuan atau maksud tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak jelas (tujuan apa?). Itu makanya disebut benar tapi tidak betul, karena tak jelas.
Kalau membuka kamus (buka kamus yang “besar” semisal Oxford Advances Learner’s Dictionary), akan tertemukan bahwa memang salah satu arti purpose adalah tujuan. Tapi tentu dalam hal ini bukan itu yang dimaksud, karena tidak ada pengambilan sampel yang tidak punya tujuan, apalagi menelitinya. Jika dibaca lebih cermat kamus tersebut, maka akan ditemukan arti lain dari purpose, antara lain kesengajaan (“intention”), tidak sekedar secara kebetulan (“accidental“); juga berarti alasan (“reason“) tertentu; dan juga tuntutan keadaan tertentu (the requirements of a particular situation) atau, jelasnya, menurut persyaratan tertentu.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) sampel (jangan lupa yang mencerminkan populasinya).
Misalnya yang diperlukan sebagai sampel adalah “perempuan pengguna sepeda motor tipe laki-laki (bukan bebek dan sejenisnya)”–karena yang sedang dicari (jadi, populasinya) adalah perempuan-perempuan pengguna sepeda motor tipe laki-laki. Hati-hati, populasinya bukan semua pengguna sepeda motor, sepeda motor jenis atau tipe apapun. Hati-hati pula, bukan “pengguna motor: kasus perempuan pengguna motor laki-laki.” Juga hati-hati: bukan pengguna sepeda motor laki-laki: kasus perempuan. Populasinya semua perempuan pengguna sepeda motor laki-laki (artinya, atau definisi operasionlanya: perempuan yangselalu atau sering kali jika bepergian menggunakan sepeda motor jenis itu, apapun yang menjadi latar belakangnya).
Dalam kasus tertentu, Penulis lebih suka menyebut purposive sampling dalam istilah bahasa Jawa sebagai teknik pengambilan sampel secara “njujug“, “menuju langsung ke “tempat” (area, wilayah, lokasi) tertentu yang banyak anggota populasi dimaksud berada.
Jadi, KEJAR sampel di mana berada!
Contoh:
Jika ingin meneliti anak-anak jalanan, datangilah (untuk mengambil sampel) perempatan-perempatan jalan raya. Kenapa? Karena di situ anak-anak jalanan sering melakukan aktivitas ngamen dan meminta-minta. Jadi, jelas tidak perlu dengan teknik area sampling (area geografis dan atau administratif). Maksudnya, memilih-pilih (menyampel) area, lalu dari area-area tersampel itu dicari anak-anak jalanannya. Muspro, mubazir, gitu kira-kira. Sebab, bisa jadi dari area tertentu malah tak tertemukan anak jalanan itu.
Jika ingin meneliti “ayam-ayam kampus” (maaf lho, karena ini sudah “populer” alias diketahui “populi” atau orang banyak) contoh lainnya, datangilah tempat-tempat yang biasa dipakai “praktek lapangan” mereka, bukan di kampus [Dimarahi Rektor, nanti, hehe. Tentu juga, jangan tanya saya di mana mereka ngetem, tentu saja, hehe! Mana tahu?! Eh, belum tahu, belum berkepentingan, sih. Hus, untuk penelitian, maksudnya, bukan kepentingan lain!Heheh . . . Tanya "informan"-nya saja, lah! Informannya siapa, gak tahu juga aku!]. Nah, jadi, lalu, ambillah sampel mereka di atau dari tempat mangkalnya itu.
Dengan cara seperti itu, maka:
(1) Tuntutan mendapatkan sampel yang sesuai atau pas (yang termasuk anggota “anak jalanan” atau “ayam kampus”) pasti tecapai.
(2) “Secara sengaja” (baca: terencana; purposive) mencari anggota populasi “njujug langsung ke tempat tertentu” punya alasan logis, karena jelas lebih efektif dan efisien, daripada mencari-cari ke mana-mana yang belum tentu menemukan apa yang dicari.
Ambil contoh Anda akan meneliti kasus tawuran pelajar. Sudah diketahui umum bahwa yang suka tawuran itu hanya dari beberapa sekolah tertentu saja (antar sekolah tertentu). Jadi, secara sengaja (purposive) Anda lakukan perburuan (hunting) sampel murid yang suka tawuran ke sekolah-sekolah tertentu itu saja, tak perlu semua sekolah dimasuki, atau disampel. Di sekolah itu saja pun mungkin Anda harus cukup lama berakrab-akrab dulu dengan murid-murid sebelum mendapatkan sampel para petawur itu. Jangan begitu datang langsung “to the point” (togmol, kata orang Sunda) mencari dan mewawancarai petawur. Bisa terjebak, salah “tangkap,” dan mendapatkan informasi yang bias. [Hehehe . . ., maaf, jangan suka main "tangkap dulu urusan belakang" kayak oknum polisi-polisi yang tidak profesional--ditangkap, dianggap teroris, lalu dilepas, tak terbukti! Bikin trauma dan stres orang saja!].
Ada pula yang memberi makna purposive sampling itu sebagai pengambilan sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan. Jadi ini akan sama dengan opportunistic (incidental, acidental) sampling. Misal dalam polling (jajag pendapat) seseorang peneliti (observer) mencegat orang-orang yang lewat untuk ditanyai. Barangsiapa sesuai ketentuan (kriteria sampel) maka langsung diambil sebagai sampel, yang tidak memenuhi kriteria dibiarkan lewat. Sekali lagi, cara seperti itu lebih lazim disebut dengan opportunistic (accidental, incidental) sampling (mengambil sampel siapa saja yang kebetulan pas untuk menjadi sampel).
Dalam penelitian kualitatif sampel lazim diambil secara purposive. Ini juga maknanya sama, yakni “njujug,” hanya saja yang dijadikan “jujugan” (tujuan) bukan tempat, melainkan orang (subjek/reponden penelitian). Jelasnya, yang “dituju” adalah orang-orang tertentu yang (dengan alasan atau latar belakang logis) memenuhi persyaratan (tuntutan persyaratan) sebagai “responden” (yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian). Ini hampir mirip dengan informan (narasumber) penelitian. Jangan lupa, bedanya, informan tidak memberikan informasi pribadi, melainkan informasi kelembagaan. Sampel penelitian kualitatif yang purposive tadi, tetap memiliki ciri individual, pribadi. Artinya, keindividuannya itu yang diteliti. Ia tidak mewakili kelembagaan (apapun lembaga, organisasi dsb).
Purposive sampling suka juga disebut judgmental sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh karenanya agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar benar-benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian (memperoleh data yang akurat).
Berapa banyak sampel purposif diambil? Rumusnya sederhana: sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian yang mencerminkan (representatif) keadaan populasi. Maksudnya, data dari sampel purposif tersebut dianggap sudah bisa menggambarkan (menjawab) apa yang menjadi tujuan dan permasalahan penelitian. Tentu tidak bagus kalu cuma satu dua orang. Sebanyak mungkin jauh lebih baik. Angka pasti? Tidak ada. Perhatikan perkiraan “anggota populasi” yang ada di “area” (contoh: tempat mangkal anak jalanan dan ayam kampus tadi) ada berapa banyak, lalu ambillah sebanyak mungkin).
Hati-hati dengan kasus “ayam kampus.” Bisa jadi ini termasuk jenis populasi tidak jelas atau tidak pasti (tidak jelas keberadaannya dan tidak pasti jumlahnya). Dalam kasus ini gunakan teknik sampling untuk populasi tak jelas/tak pasti (uraian berikut).

5. Convenience dan incidental (accidental, opportunistic) sampling
Istilah convenience sampling sering disamamaknakan dengan incidental sampling dan accidental sampling. Convenience artinya mudah atau kemudahan atau kenyamanan (dalam arti tidak memberikan kesulitan atau kesusahan). Incidental artinya tidak secara sengaja, secara kebetulan, atau sampingan (bukan yang pokok atau utama). Accidental artinya (salah satu yang cocok dengan pengambilan sampel) adalah tidak secara sengaja, atau secara kebetulan. Opportunistic artinya juga secara kebetulan. Jadi, incidental, accidental, dan opportunistic mempunyai makna yang sama.
Convenience sampling maksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan. Misalnya yang terdekat dengan tempat peneliti berdomisili.
Incidental (accidental, opportunistic sampling) maksudnya mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi tertentu.
J           adi, sebenarnya antara convenience sampling dan incidental (accidental, opportunistic) sampling ada perbedaan, yaitu pada convenience sampling pengambilan sampel secara sengaja (sengaja yang mudah), sementara pada incidental (accidental, opportunistic) faktor kesengajaan tidak menjadi pokok, faktor kebetulan justru yang paling menonjol (mencari-cari sampai secara “kebetulan” mendapatkan sampel yang dikehendaki). Akan tetapi semuanya mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama menempuh cara yang relatif paling mudah, yang tidak menyulitkan. Hanya saja pada incedental (accidental, opportunistic) sampling kemudahan itu dilihat dari sudut “asal menemukan yang memenuhi ketentuan atau persyaratan,” sementara pada convennience sampling faktor kemudahan itu dilihat dari keterjangkauan (tempat dan hubungan).
Jadi, ketemu pegang! Maksudnya, jika menemukan yang sesuai kriteria, pegang (ambil) sebagai sampel.
Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui partisipasi orang tua murid dalam meningkatkan prestasi belajar anak-anaknya. Peneliti mengambil sebagai sampel tetangganya, temannya, kerabatnya, sejawatnya, dan kenalannya yang semuanya termasuk kategori “anggota populasi penelitian” (dalam hal ini orang tua murid). Ini termasuk convenience sampling, pengambilan sampel dengan cara yang paling mudah, paling tidak sulit, paling nyaman.
Peneliti lain ingin mengetahui bagaimana komentar mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (FIP UNY) mengenai tampilan dan isi Tatangmanguny’s Blog. Tentu yang jadi populasi adalah mahasiswa yang pernah membuka blog tersebut, tidak semua mahasiswa FIP UNY. Mencarinya tentu tidak mudah. Populasinya tak terhingga. Harus ditanya satu per satu. Jika ada yang kebetulan pernah membukanya, jadilah pertanyaan dilanjutkan, dan para mahasiswa tersebut terambillah jadinya sebagai sampel (opportunistic, incidental, accidental samples).
Berapa banyak sampel yang akan diambil? Sama dengan contoh purposive sampling di atas, yaitu sampai merasa dari sampel yang terjaring tersebut cukup mendapatkan gambaran (kejelasan) jawaban permasalahan penelitian. Angka pasti? Juga tidak ada.

6. Snowball sampling
Orang-orang, terutama anak-anak, di daerah bersalju, suka bermain-main dengan bola salju (snowball). Bukan lempar-lemparan, melainkan menggelindingkan bola salju itu dari bukit ke lembah, ke bawah. Bola yang digelindingkan hanya sekepalan tangan. Pada ketika menggelinding itu, ada salju yang ikut menempel ke bola sekepal tadi. Makin ke bawah jadinya makin banyak salju yang menempel, dan makin membesarlah bola salju tersebut.
Pengambilan sampel dengan teknik snowball sampling gambarannya seperti menggelindingkan bola salju sekepalan tangan anak tadi. Di ketika populasi penelitian tidak jelas keberadaannya, dan tidak pasti jumlahnya, temuan satu sampel saja sudah sangat amat berarti. Dari sampel pertama itu dicarilah (diminta informasinya) mengenai “teman-teman” sampel lainnya.
Nah, sebentar, perlu didefinisikan dulu apa itu snowball sampling, karena definisi itu diperlukan untuk dikutip mahasiswa (siapapun yang akan meneliti, tentunya).
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang tidak jelas keberadaaan anggotanya dan tidak pasti jumlahnya dengan cara menemukan satu sampel, untuk kemudian dari sampel tersebut dicari (digali) keterangan mengenai keberadaan sampel (sampel-sampel) lain, terus demikian secara berantai.gulung salju 1

Ambil contoh akan meneliti para pengguna narkoba. Jika sudah tertemukan satu orang pengguna, dari orang tersebut digali infomrasi siapa saja teman atau teman-temannya yang sama-sama suka mengkonsumsi narkoba. Dari temannya tadi dicari lagi informasi siapa teman atau teman-teman lainnya. Begitu seterusnya, sampai sampel dirasa cukup untuk memperoleh data yang diperlukan, atau sampai “mentog” sudah tidak terkorek lagi keterangan sampel lainnya siapa dan di mana, atau sampai data yang diperoleh dipandang sudah cukup memadai untuk menjawab permasalahan penelitian.
Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain” (Young, dikutip oleh Koentjarangningrat, 1991;23). Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata “dapat diobservasi”.
Apabila seorang peneliti melakukan suatu observasi terhadap suatu gejala atau obyek, maka peneliti lain juga dapat melakukan hal yang sama, yaitu mengidentifikasi apa yang telah didefinisikan oleh peneliti pertama. Sedangkan definisi konseptual, definisi konseptual lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi”. Karena definisi konseptual merupakan suatu konsep yang didefinisikan dengan referensi konsep yang lain. Definisi konseptual bermanfaat untuk membuat logika proses perumusan hipotesa.
Contoh;
Komponen Penyusunan Definisi Operasional adalah;
  1. Variabel (Gagal Ginjal)
  2. Definisi (Adalah suatu kondisi gangguan kesehatan pasien yeng telah ditetapkan oleh dokter mengalami gangguan gagal ginjal).
  3. Hasil Ukur (Hasil dari diagnosa medis terhadap pasien/ responden) dg kriteria jawaban Diagnosa medis pasien gagal ginjal =Ya Diagnosa Medis Tidak gagal Ginjal= Tidak
  4. Skala Data (nominal)
  5. Cara ukur (melalui Dokumen Status pasien)

RANCANGAN PENELITIAN / RESEARCH DESIGNAN OVERVIEW

  Definisi
Rencana penelitian yang memuat strategi dan struktur penelitian yang diatur untuk menjawab masalah penelitian

Suatu rencana, struktur dan strategi penelitian untuk menjawab permasalahan yang dihadapi dengan melakukan pengendalian berbagai variabel yang berpengaruh terhadap penelitian
Cakupan
  Identifikasi masalah
  Perumusan hipotesis
  Operasionalisasi hipotesis
  Analisis data
Fungsi
  Penuntun dalam penelitian
  Untuk setiap tahap penelitian
  Alat pengendali variabel penelitian
Pengendalian terhadap variabel penelitian
  1. Optimalisasi varians penelitian
  2. Pengendalian variabel luar
  Memilih subjek penelitian dengan kondisi variabel luar  yang homogen
  Randomisasi subjek
  Pengelompokan secara matching
  1. Memperkecil varians kesalahan hasil pengukuran
Rancangan penelitian kesehatan berdasar klasifikasi penelitian

PENELITIAN DESKRIPTIF
  Adalah penelitian yang menjelaskan data dan karakteristik populasi atau fenomena yang dipelajari
  Menjawab pertanyaan : siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana (who, what, when, where, how).
  Data yang disajikan berdasarkan fakta, akurat dan sistematik
  namun tidak dapat menjelaskan penyebab (why), tidak dapat menerangkan hubungan sebab akibat (satu variabel mempengaruhi variabel lain)
Penelitian observasional deskriptif
  Observasi
  Bertujuan melakukan deskripsi thd fenomena tanpa mencoba menganalisis mengapa fenomena tersebut dapat terjadi
Langkah-langkah penelitian deskriptif
  1. Memilih masalah yg akan diteliti
  2. Merumuskan dan membatasi masalah à studi pendahuluan
  3. Merumuskan hipotesis (tidak harus)
  4. Merumuskan dan memilih teknik pengumpulan data
  5. Menentukan kriteria untuk klasifikasi data
  6. Menentukan alat pengumpulan data
  7. Pengolahan data
  8. Menarik kesimpulan
Jenis penelitian deskriptif(1) Seri kasus
  Deskripsi tentang ciri yang menarik dari sekelompok kasus
  Tanpa hipotesis, kontrol, rencana
  Tidak memberi konklusi
  Guna: prekursor untuk studi berikutnya
  Contoh: pemberian vasodilator memberi kesan dapat menyelamatkan pasien yang biasanya meninggal pada luka bakar berat
  Pemberian MgSo4 pada kasus preeklamsia biasanya dapat menimbulkan atonia uteri
Jenis penelitian deskriptif : studi evaluasi
  Untuk menilai suatu program
  Hasilnya digunakan untuk perbaikan atau peningkatan program
  Evaluasi Program KB Nasional
  Evaluasi program pemantauan gizi ibu hamil dan balita di puskesmas
  à Uji kebijakan publik
Jenis-jenis penelitian deskriptif(2)survei
  Survei rumah tangga
  Survei morbiditas
  Survei analisis jabatan
  Survei pendapat umum
Jenis penelitian deskriptif : studi kasus
  Meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal
  Terhadap kasus unik atau khusus
  Misal
  Pre-eklampsia berat pada primigravida tua dengan Down Syndrome
Jenis penelitian deskriptif : studi perbandingan
  Membandingkan persamaan atau perbedaan sebagai fenomena untuk mencari faktor-faktor apa, atau situasi yang menyebabkan timbulnya peristiwa tertentu
  variabelnya masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu
  Contoh :
  adakah perbedaan produktivitas kerja antara pegawai Negeri dan Swasta. Pegawai Negri dan Swasta adalah sampel yang berbeda
  Perbedaan efektivitas pemakaian KB suntik dan KB pil
PENGOLAHAN DATA
Mencakup
pengukuran tendensi sentral :
  Mean
  Median
  Mode
Variabilitas :
  Range
  interquartile range
  Variance
  standard deviation.
contoh
Data : 3,4,5,5,6,6,6,7,7,8,8,9
Mean : ?
Median : ?
Modus : ?
Reliabilitas dan Validitas
Masalah reliabilitas (keterandalan) dan validitas pengukuran (kesahihan) merupakan 2 hal pokok dalam penelitian yang tidak boleh ditinggalkan. Reliabilitas didefinisikan sebagai keterandalan alat ukur yang dipakai dalam suatu penelitian. Apakah kita benar-benar dapat mengukur dengan tepat sesuai dengan alat atau instrumen yang dimiliki.
Dikenal beberapa jenis reliabilitas, yaitu berikut ini.
1.      Intercoder dan intracoder, yaitu pemberian kode dari luar dan dari dalam.
2.      Pretest, yaitu pengujian atau pengukuran perbedaan nilai antara juri-juri pemberi nilai.
3.      Reliabilitas kategori, yaitu derajat kemampuan pengulangan penempatan data dalam berbagi kategori.
Validitas adalah kesahihan pengukuran atau penilaian dalam penelitian. Dalam analisis isi, validitas dilakukan dengan berbagai cara atau metode sebagai berikut.
1.      Pengukuran produktivitas (productivity), yaitu derajat di mana suatu studi menunjukkan indikator yang tepat yang berhubungan dengan variabel.
2.      Predictive validity, yaitu derajat kemampuan pengukuran dengan peristiwa yang akan datang.
3.      Construct validity, yaitu derajat kesesuaian teori dan konsep yang dipakai dengan alat pengukuran yang dipakai dalam penelitian tersebut.