sponsor

kapitacare

Your Ad Here

Monday, April 12, 2010

asuhan keperawatan pada pasien appendiks

BAB 1
TINJAUAN TEORI

1.1  Tinjauan Medis
1.1.1        Pengertian
Appendiks adalah peradangan dari appendiks vermiformis yang merupakan penyebab umum dari akut abdomen (Manjoer, Arif 2000; 307)
Appendiks akut adalah keadaan yang disebabkan oleh peradangan yang mendadak pada suatu appendiks (Baratajaya, 1990)
Appendiks merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dari penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat (Baughman, Diane 2000; 45-46)

1.1.2        Etiologi
Appendiks disebabkan oleh :
1)      Penyumbatan lamen oleh hiperplasi folikel limfoid
2)      Fekalit, benda asing
3)      Striktur karena fibrosis peradangan sebelumnya
4)      Neoplasma

1.1.3        Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml/hari yang bersifat basa mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada patofisiologi appendiks. Imunoglobulin sektor yang dihasilkan oleh GALT (Gat Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Ig A. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imunoglobulin tubuh sebab limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh (R. Syamsu, 1997)

1.1.4       
Obstruksi penyumbatan oleh karena hiperplasia dari folikel limfoid
Patofisiologi

           Obstruksi appendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persyarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal  x maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umbilikus.
            Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium parietal setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendiksitis supuratif akut. Appendiks supuratif akan menjadi appendiksitis yang akut, dimana daya tahan tubuh menurun menyebabkan peningkatan peristaltik sehingga menyebabkan diare dan appendiks kronis.
            Dari situ terjadilah appendiks perforasi yang akhirnya menjadi appendiks kronis, kemudian menjadi appendiks abses. Bila sudah terjadi appendiks perforasi maka akan terjadi kekurangan cairan tubuh akibat abdomen istended (Junaidi, 1982)

1.1.5        Manifestasi Klinis
1.1.5.1  Nyeri di daerah umbilikus yang disertai muntah
1.1.5.2  Nyeri tekan, spasme otot
1.1.5.3  Konstipasi atau diare kambuhan
1.1.5.4  Nyeri beralih ke sisi atau kuadran kanan dan tanda rosing
1.1.5.5  Jika sudah ruptur maka lokasi nyeri akan menyebar

1.1.6        Pemeriksaan Penunjang
1.1.6.1  Pemeriksaan Laboratorium
1)      Darah
2)      Urine
1.1.6.2  Pemeriksan Radiologi
BOF, tampak distensi pada appendiks akut

1.1.7        Penatalaksanaan
1)        Pembedahan diindikasikan jika terdiagnosa appendiksitis, lakukan appendiktomi secepat mungkin karena untuk mengurangi resiko perforasi.
2)        Berikan antibiotik dan cairan iv sampai pembedahan dilakukan.
3)        Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

1.2  Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1        Pengkajian
1.2.1.1  Pemeriksaan Fisik
1)       Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
2)       Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3)       Eliminasi
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus
Keluhan berbagai rasa nyeri atau gejala tak jelas
Tanda : Perilaku berhati – hati, berbaring ke samping atau terlentang
4)       Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia
Mual muntah
5)       Nyeri dan kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus
Keluhan berbagai rasa nyeri atau gejala tak jelas
6)       Pernafasan
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal
7)       Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah)





1.2.2        Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1  Resiko Tinggi Infeksi
1)      Dapat dihubungkan dengan :
-         Tidak adekuatnya pertahanan utama : perforasi atau ruptur pada appendiks pembentukan abses
-         Prosedur infasif, adanya insisi bedah
2)      Tujuan : Infeksi dapat dicegah atau tidak terjadi
3)      Kriteria Hasil :
Individu akan :
Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar : bebas dari tanda infeksi atau inflamasi eritema dan demam
4)      Intervensi dan rasional
(1)      Awasi tanda – tanda vital
R : Dugaan adanya tanda infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis
(2)      Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik
R : Menurunkan resiko penyebaran bakteri
(3)      Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka / drain
R : Memberikan deteksi dini terjadinya infeksi, dan / atau pengawasan peritonitis yang telah ada sebelumnya
(4)      Berikan antibiotik dan drainase bila diindikasikan
R : dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir

1.2.2.2  Nyeri (Akut)
1)        Dapat dihubungkan dengan :
-        Distensi jaringan usus oleh inflamasi
-        Adanya insisi bedah
2)        Kemungkinan dibuktikan oleh :
-                               Laporan nyeri
-                               Wajah mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi
-                               Respon otomatis


3)        Batasan karakteristik :
Mayor (Harus Terdapat) :
Komunikasi (verbal / kode) dari pemberian gambaran nyeri
Minor :
-      Perilaku melindungi, protektif
-      Memfokuskan pada diri sendiri
-      Penyempitan fokus (perubahan persepsi waktu, menarik diri dari kontak sosial, kerusakan proses pikir)
-      Perilaku distraksi (merintih, menangis, mondar – mandir, mencari orang lain dan / atau aktivitas, gelisah)
-      Wajah tampak  menahan nyeri (mata tak bersemangat, tampak terpukul, gerakan terfiksasi atau menyebar, meringis)
-      Perubahan pada tonus otot (dapat berkisar dari malas sampai kaku)
-      Respon automomik tidak terlihat pada nyeri stabil kronis (diaforesis, perubahan tekanan darah atau nadi , pupil dilatasi, peningkatan atau penurunan frekuensi pernafasan)
4)        Tujuan : Pasien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
5)        Kriteria Hasil : Pasien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat
6)        Intervensi dan rasional :
(1)      Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0 – 10) selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat
R : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses / peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi
(2)      Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
R : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah dan pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
(3)      Berikan aktivitas hiburan
R : Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping
(4)      Pertahankan puasa / penghisapan NG pada awal
R : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster / muntah
(5)      Berikan analgesik sesuai indikasi
R : Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain

1.2.2.3  Ansietas berhubungan dengan merasa terganggu pada integritas biologis sekunder terhadap penyakit
1)       Batasan karakteristik :
Mayor (Harus Terdapat) :
Manifestasi gejala dari setiap kategori, fisiologi, emosi dan kognitif, gejala bervariasi tergantung tingkat asietas.
Fisiologi :
-                               Peningkatan frekuensi nadi
-                               Peningkatan tekanan darah
-                               Peningkatan frekuensi nafas
-                               Diaforesis
-                               Insomnia
-                               Gelisah
-                               Gemetar
-                               Palpitasi
Emosional :
Individu menyatakan bahwa ia merasakan :
-       Ketakutan
-       Tidak berdaya
-       Gugup
-       Kehilangan percaya diri
-       Kehilangan kontrol
-       Tidak dapat rileks
-       Antisipasi kemalangan

Individu memperlihatkan :
-                              Peka rangsang / tidak sabar
-                              Menangis
-                              Cenderung menyalahkan diri
-                              Menarik diri
-                              Kurang inisiatif
-                              Mengkritik diri sendiri dan orang lain
Kognitif :
-      Tidak mampu berkonsentrasi
-      Kurangnya orientasi lingkungan
-      Pelupa
-      Termenung
-      Perhatian yang berlebihan
2)       Tujuan : Menyatakan kesadaran terhadap perasaan dan cara yang sehat untuk menghadapi masalah
3)       Kriteria Hasil :
-        Pasien melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani
-        Pasien tampak rileks
4)       Intervensi dan rasional :
(1)       Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal pasien
R : Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostik dan kemungkinan pembedahan.
(2)       Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
R : Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas
(3)       Berikan informasi yang akurat dan jujur
R : Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan / harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan infoprmasi tentang pengobatan
(4)       Dorong pasien untuk mengakui masalah dan ekspresikan perasaan
R : Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata, menglasifikas salah konsepsi dan pemecahan masalah