sponsor

kapitacare

Your Ad Here

Monday, April 12, 2010

panduan penelitian skripsi

A. MASALAH PENELITIAN

Masalah biasa didefinisikan sebagai kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, atau kesenjangan antara teori dengan praktik, kesenjangan antara cita dengan realita, atau sesuatu yang memerlukan jawaban dan penjelasan. Tidak selamanya, masalah dapat menggambarkan kesenjangan, tapi terkadang juga merupakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan

Apakah masalah itu?           
Masalah
1. Variabel yg menjadi tema pokok penelitian
2. Kasus yg menjadi fokus penelitian
Suatu variabel atau kasus menjadi permasalahan penel. jika terjadi kesenjangan antara kenyataan dan yang seharusnya dari variabel dan kasus tsb.

Macam-Macam Masalah
  Masalah deskriptif biasanya digunakan untuk model-model penelitian variabel tunggal, atau beberapa variabel tapi tidak mengukur intercorelatioanlnya, dan peneliti bermaksud hanya mendeskripsikan masing-masing variabel tersebut, seperti, bagaimana sikap masyarakat terhadap kehadiran hypermarket di kota kabupaten ?, Apakah layanan staf front desk sudah memberikan kepuasan bagi pelangan ? dan yang sebangsanya.
  Model komparatif dikembangkan jika penelitian dilakukan untuk membandingkan satu atau lebih variabel dalam dua kelompok sampel. Seperti, Adakah perbedaan produktifitas pemasaran antara karyawan tetap dengan karyawan kontrak ? dan yang sebangsanya.
  Sedangkan model asosiatif dikembangkan untuk penelitian yang bertendensi untuk menjelaskan pengaruh atau hubungan antara dua variabel atau lebih, seperti apakah motivasi berhubungan dengan prestasi kerja ?, apakah sistem penggajian mempengaruhi prestasi kerja karyawan ?, dan yang sebangsanya.

Kapan terjadi masalah?
  Bila ada informasi yg mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam pengetahuan kita
  Bila ada hasil-hasil yang bertentangan
  Bila ada suatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskannya melalui penelitian

Dimanakah sumber masalah?
  Pengalaman dan pengamatan
  Kepustakaan yg relevan dgn studi kita
  Mata kuliah yg kita programkan
  Jurnal, buku, abstrak dan majalah
  Seminar
  Tesis dan Disertasi
  Pakar, dan teman-teman

Apakah ciri-ciri masalah yang baik?
  Topik yg dipilih sangat menarik
  Pemecahan masalah mempunyai kontribusi dalam labangan pekerjaan atau bidang tertentu
  Merupakan hal baru
  Mengundangan rancangan yg kompleks
  Dapat diselesaikan dlm waktu yg diinginkan
  Tidak bertentangan dengan moral
   
Sedangkan syarat masalah riset keperawatan, menurut Sastroasmoro dan Ismail (1995), harus mengandung unsur-unsur = FINER

F : Bisa dijalankan (FEASIBLE)
I  : Menarik (INTERESTING)
N : Hal Baru (NOVEL)
E : Etika (ETHICAL )
R : Relevan (RELEVANT)

B. LATAR BELAKANG

latar belakang menjelaskan
         istilah/ kata kunci yg terdapat dalam judul penelitian
         alasan memilih judul
         alasan memilih responden
         alasan memilih lokasi penelitian
cara membuat latar belakang
  1. menelaah semua kepustakaan dan atau penelitian yang relevan dengan masalah yg menjadi minat peneliti.
  2. merumuskan masalah penelitian atas dasar konsep yang disesuaikan dengan daerah yg berbeda secara geografis, sosial budaya, kondisi & situasi dari penelitian sebelumnya
  3. latar belakang lebih mudah dibuat dari tinjauan pustaka.


Rumusan Masalah atau Pertanyaan Penelitian
Burns dan Grove (1998)
1   Apa yang salah atau perlu diperhatikan pada situasi ini?
2.  Dimana letak kesenjangannya?
3.  Informasi apa yang dibutuhkan untuk mencari masalah ini?
4.  Perlukah melakukan tindakan pelayanan   di klinik?
5.  Perubahan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut?

Polit dan Hunger (1993)
1.   Apakah pertanyaan penelitian berhubungan dengan tori atau praktik (substansi)?
2.  Bagaimana pertanyaan akan bisa dijawab (metodologis)?
3.  Apakah tersedia sarana dan prasarana yang memadai (practical dimensions)
4.  Dapatkah pertanyaan ini dijelaskan secara konsisten yang berdasarkan pada isu etik (syhical dimensions)?

Faktor-Faktor Yang Mendasari Perumusan Masalah
a. Mendefinisikan permasalahan/topik (fakta empiris-induktif)
b. Mulai mencari sumber kepustakaan (kajian teori-deduksi)
c. Interaksi antar teman sejawat   atau anggota tim
d. Layak dijabarkan
            - Waktu
            - Dana
            - Keahlian Peneliti
            - Tersedianya Responden
            - Fasilitas dan Alat
            - Kerja sama dengan tim lain
            - Pertimbangan Etika

D. MENYUSUN TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian biasanya menandakan tipe dari riset, misalnya deskriptif: studi kasus, cross sectional, kohort, case control dab experiment: trust-experiment, quasy eksperiment, dab praexperiment. Dengan adanya tujuan tersebut akan mempermudah untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Tujuan Umum
Adalah untuk membuktikan hubungan antara aktifitas perawat mengangkat klien dan kecenderungan kejadian LBP (retrospektif)
Tujuan Khusus
1. Menentukan adanya kecenderungan LBP pada perawat
2. Mengukur tingkat perbedaan antara perawat yang punya resiko bekerja LBP dalam hubungannya dengan umur
3. Lama kerja dan tugas mengangkat klien dari temapt tidur
4. Menemukan alasan perawat berhenti bekerja karena menderita LBP
5. Menentukan hubungan antara aktifitas perawat mengangkat klien dan kecenderungan kejadian LBP
Tipe pengukuran
Ada empat tipe pengukuran atau skala pengukuran yang digunakan di dalam statistika, yakni: nominal, ordinal, interval, dan rasio. Keempat skala pengukuran tersebut memiliki tingkat penggunaan yang berbeda dalam riset statistik.
  • Skala nominal hanya bisa membedakan sesuatu yang bersifat kualitatif (misalnya: jenis kelamin, agama, warna kulit).
  • Skala ordinal selain membedakan juga menunjukkan tingkatan (misalnya: pendidikan, tingkat kepuasan).
  • Skala interval berupa angka kuantitatif namun tidak memiliki nilai nol mutlak (misalnya: tahun, suhu dalam Celcius).
  • Skala rasio berupa angka kuantitatif yang memiliki nilai nol mutlak.
VARIABEL
Variabel dan Construct
-Variabel merupakan segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai
-Variabel merupakan penghubung antara contruct yang abstract dengan fenomena yang nyata.
-Variabel merupakan proxy atau representasi dari construct yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai.
-Nilai variabel tergantung pada construct yang diwakilinya.
-Nilai variabel dapat berupa angka atau atribut yang menggunakan ukuran atau skala dalam suatu kisaran nilai.

Tipe Variabel Penelitian
Dilihat Dari:
1. Fungsi variabel
2. Skala Nilai variabel
3. Perlakukan Terhadap variablel

Variabel dilihat dari fungsinya:
*      Variabel independen
*      Variabel dependen.
*      Variabel Intervening.

Variabel dilihat dari Skala Nilainya
*      Variabel kontinu yaitu variabel yang memiliki kumpulan nilai yang teratur dalam kisaran tertentu. Misal Tinggi-sedang, satu sampai dengan 7
*      Variabel Kategoris yaitu variabel yang memiliki nilai berdasarkan kaegori tertentu (skala nominal) Contoh: Sikap:Baik-buruk,
*      Dilihat Dari Perlakuannya
*      Variabel aktif yaitu variabel-variabel yang dimanipulasi untuk keperluan penelitian eksperimen.
*      Variabel atribut yaitu variabel yang tidak dapat dimanipulasi untuk keperluan riset, contoh: Intelegensi, sikap,jenis kelamin dsb.

PENGUKURAN VARIABEL
*      Pengukuran variabel merupakan tahap awal dari kegiatan pengukuran dalam penelitian. Tujuan pengukuran variabel ini baru pada tahap menjawab pertanyaan "bagaimana cara untuk mengukur variabel tersebut"? Selanjutnya muncul pertanyaan lanjutan; "apa yang diukur" atau "bagaimana cara merubah konsep, dan "apa alat ukurnya".
*      Mengukur adalah sebuah proses kuantifikasi, karena itu setiap kegiatan pengukuran berkaitan dengan jumlah, dimensi atau taraf dari sesuatu obyek/gejala yang diukur. Hasil dari pengukuran itu biasanya dilambangkan dalam bentuk bilangan.
*      Posedur pengukuran variabel dimulai dari pembuatan definisi operasional konsep variabel. Kerlinger mengungkapkan, bahwa definisi operasional itu melekatkan arti pada suatu konsep variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur suatu konsep variabel itu. Atau dengan ungkapan lain, definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasaikannya. Suatu contoh definisi operasional yang sederhana (kasar) dari konsep ‘inteligensi’ adalah skor yan dicapai pada tes intelegensi X.

Definisi Operasional
*      Definisi Operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur.
*      Menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk mengopersionalkan construct sehingga memungkinkan bagi peneliti lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran cosntruct yang lebih baik.

POPULASI dan sampel penelitian


Objek penelitian (“attributes” subjek penelitian); subjek penelitian; responden penelitian; sampling; studi populasi; studi sampling; populasi objek penelitian; sampel objek penelitian; populasi subjek penelitian; sampel subjek penelitian; populasi responden penelitian; sampel responden penelitian; generasilasi hasil penelitian sampling; informan penelitian; informan kunci; populasi homogen; populasi heterogen: ber-strata, ber-cluster, ber-area; sampel representatif; populasi terhingga; populasi takterhingga; populasi tak jelas/tak pasti

1. Populasi dan sampel penelitian

a. Populasi dan sampel objek penelitian
Sifat atau keadaan (attributes) dari sesuatu (orang, benda, atau lembaga) yang menjadi sasaran penelitian disebut sebagai objek penelitian (lihat uraian tentang ini dalam blog ini juga). Sifat atau keadaan orang, benda, atau lembaga yang akan diteliti itu umumnya sangat banyak (sangat luas, sangat dalam dan sebutan lain semacam itu–kecuali penelitiannya sangat amat terbatas). Keseluruhan sifat atau keadaan orang, benda, atau lembaga yang akan diteliti itu disebutlah sebagai populasi objek penelitian.
Jika seseorang guru melakukan penelitian tindakan kelas di Kelas IV pada mata pelajaran IPA, selama satu semester, dengan menggunakan pendekatan PAKEM, misalnya, maka keseluruhan hasil belajar IPA selama satu semester itu disebutlah sebagai populasi hasil belajar IPA satu semester. Untuk mengetahui keberhasilan peningkatan hasil belajar IPA dengan pendekatan PAKEM itu, guru mengetes murid. Soal tes yang diberikan guru pasti tidak akan mencakup seluruh materi pelajaran IPA selama satu semester, melainkan hanya “sebagian kecil” saja daripadanya, karena tidak mungkin mengetes seluruhnya dengan soal yang sangat amat banyak sekali.
Dalam penelitian tindakan kelas tersebut, pengetahuan (penguasaan materi) IPA murid yang telah dipelajari selama satu semester itu jadilah sebagai objek (sasaran) yang akan diteliti (objek penelitian). Dalam rumusan objek penelitian di muka, pengetahuan IPA murid yang dipelajari selama satu semester itu disebut dengan “sifat atau keadaan” (keadaan tahu atau tidak tahu) murid. Keseluruhan pengetahuan atau pemahaman IPA murid yang telah dipelajari satu semester itu disebutlah sebagai populasi objek penelitian. Soal yang dibuat guru hanya mengetes sebagian kecil saja dari keseluruhan pengetahuan IPA murid. Sebagian kecil pengetahuan IPA murid yang dites itu disebutlah sebagai sampel dari keseluruhan (populasi) objek penelitian, yang dapat disebut sebagai sampel objek penelitian. Sampel objek penelitian inilah yang secara langsung diteliti, sedangkan populasinya tidak diteliti secara langsung, melainkan “diwakili” oleh sampelnya.
Jadi, populasi objek penelitian adalah keseluruhan sifat atau keadaan seseorang, sesuatu benda, atau sesuatu lembaga yang menjadi sasaran penelitian. Sampel objek penelitian adalah sebagian dari keseluruhan sifat atau keadaan orang, benda, atau lembaga yang menjadi sasaran langsung penelitian.

b. Populasi dan sampel subjek penelitian
Sesuatu (orang, benda, lembaga) yang sifat atau keadaannya akan diteliti disebut subjek penelitian. Jadi, dengan kata lain, subjek penelitian adalah sesuatu (orang, benda, atau lembaga) yang sifat atau keadaannya akan diteliti. Jika subjek penelitian tersebut banyak, disebutlah keseluruhan subjek penelitian tersebut sebagai populasi subjek penelitian).
Kerap kali, dalam penelitian, populasi subjek penelitian inilah yang suka disebut dengan populasi penelitian. Jarang atau tidak pernah orang menyebut populasi penelitian yang lain, yaitu populasi objek penelitian dan populasi responden penelitian.
Jadi, populasi subjek penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian, apakah berupa orang, benda, atau lembaga. Setiap subjek penelitian (apakah seseorang, sesuatu benda, atau sesuatu lembaga) merupakan anggota populasi subjek penelitian.
Seluruh murid Kelas IV yang dikenai penelitian tindakan kelas seperti dicontohkan di muka, merupakan populasi penelitian. Setiap muirid Kelas IV tersebut merupakan anggota populasi subjek penelitian. Karena seluruh anggota populasi subjek penelitian diteliti (dites), maka penelitian yang dilakukan disebutlah dengan studi populasi.
Jika guru melakukan wawancara kepada beberapa murid mengenai apakah senang dengan pendekatan PAKEM yang digunakan guru, maka beberapa (sebagian) murid tersebut disebutlah sebagai sampel penelitian (sampel subjek penelitian), dan studi atau penelitiannya disebutlah sebagai studi sampling atau penelitian sampling (penelitian terhadap sampel).

c. Populasi dan sampel responden penelitian
Ada kalanya seseorang peneliti ingin mengetahui (meneliti) sifat atau keadaan subjek penelitian, akan tetapi tidak secara langsung bertanya kepada atau mengamati subjek penelitian itu sendiri. Sebagai misal, peneliti ingin mengetahui semangat belajar murid-murid yang berasal dari kalangan anak-anak jalanan. Peneliti tidak mengamati perilaku murid dimaksud untuk mengetahui mereka bersemangat belajar atau tidak, melainkan bertanyakan hal tersebut kepada para gurunya. Jadi, para guru diminta memberikan “respon” terhadap pertanyaan yang diajukan peneliti. Para guru yang diminta memberikan respon tersebut disebutlah sebagai responden. Jadi, responden penelitian adalah seseorang yang diminta memberikan respon (jawaban) terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dengan demikian, dapat terjadi, subjek penelitian sekaligus menjadi responden penelitian, yaitu jika pertanyaan diajukan langsung kepada subjek penelitian.
Jika, dalam contoh kasus di atas, peneliti ingin meneliti murid-murid anak jalanan itu sekabupaten tertentu, tetapi kemudian yang dijadikan responden hanya sekian guru dari sekian sekolah, maka para guru yang menjadi responden tersebut disebut sebagai sampel responden penelitian.
Jadi, responden penelitian adalah seseorang yang diminta atau akan diminta memberikan respon (jawaban) terhadap pertanyaan penelitian mengenai sifat atau keadaan yang menjadi objek penelitian. Responden dapat berupa subjek penelitian, bisa pula orang lain yang memberikan “komentar” (pendapat, penilaian dsb) mengenai sifat atau keadaan subjek penelitian. Keseluruhan responden penelitian disebut populasi responden penelitian, sementara sebagian dari populasi responden penelitian yang ditanyai secara langsung disebut sebagai sampel responden penelitian.



d. Generalisasi hasil meneliti sampel kepada populasinya
Hasil penelitian terhadap sampel penelitian (subjek ataupun responden penelitian) tidak hanya diberlakukan bagi sampel itu saja, melainkan diberlakukan secara umum kepada populasinya. Pemberlakuaan secara umum tersebut disebut dengan generalisasi. Jadi, dengan kata lain, generalisasi adalah pemberlakuan hasil penelitian terhadap sampel kepada populasinya.
Contoh, ketika seorang ibu memasak sayur, biasa ibu mencicipi sayur tersebut (sebagian kecil saja, sesendok, dari seluruh sayur sebelanga atau sepanci, jadi sampel dari seluruh sayur). Hasil cicipan itu tidak hanya berlaku bagi sampelnya (sesendok sayur), melainkan bagi seluruh populasi sayur (sebelanga atau sepanci sayur). Lalu dikatakanlah sayur itu sudah enak rasanya ataukah belum.
Contoh lain, untuk mengetahui golongan darah, setetes darah dari tubuh seseorang (dari ujung jari, biasanya) dicek. Hasilnya berlaku untuk seluruh darah yang ada di dalam tubuh orang tersebut. Jadi orang tersebut akan dikatakan bergolongan darah A, B, AB ataukah O, dan itu berlaku bagi seluruh darah yang ada di tubuhnya, bukan yang ada di ujung jari tangannya saja.

e. Informan penelitian
Informan penelitian adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan (informasi) tentang objek (sasaran) penelitian, yang lazimnya berkaitan dengan sifat dan atau keadaan kelembagaan, termasuk pranata kemasyarakatan.
Informasi yang akan diperoleh dari informan penelitian bukan bersifat pribadi (sifat pribadi, pendapat atau pandangan pribadi, penilaian pribadi dsb), melainkan (lazimnya), seperti telah disebutkan di atas, merupakan informasi kelembagaan (organisasi atau pranata sosial).
Contoh pranata sosial adalah pendidikan, perkawinan, kekeluargaan, dsb. Termasuk di dalamnya berbagai upacara semisal (di Jawa) mitoni, midodareni, kumbokarnan, tedak siti, saparan, nyadran, tahlilan, yakowiyu, grebeg mulud, dan juga lebaran kupat. Jika seseorang ingin menelitinya, maka orang yang paling memahami tatacara dan (mungkin) sejarah dan makna di balik tatacara “pranata sosial” tersebut dijadikanlah sebagai informan penelitian.
Karena informan “mewakili” kelembagaan, maka keseluruhan informan (jika lebih dari satu) bukanlah sebagai populasi (seperti gabungan subjek atau responden penelitian), melainkan sebagai satu kesatuan (hanya ada “satu” walaupun beberapa orang informan). Tegasnya tidak ada populasi informan. Oleh karena tidak ada populasi informan, maka tidak ada pula sampel informan.
Dalam melakukan penelitian (pengumpulan data) peneliti dapat “bergerak” dari satu informan ke informan lain sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu ada yang dikenal sebagai informan kunci, yaitu: (1) yang paling tahu banyak informasi mengenai objek yang sedang diteliti, atau (2) yang mempunyai informasi umum menyeluruh, sementara detail atau rincian yang lebih khusus pada aspek atau bidang tertentu ada pada orang (informan) lain.
Oleh karena tidak ada populasi informan dan sampel informan, maka tidak ada kegiatan menentukan jumlah informan penelitian. Peneliti cukup langsung menuju “lokasi penelitian,” bertanyakan mengenai kepada siapa harus bertanya jika ingin mengetahui tentang ini itu, atau, jika sudah punya gambaran, langsung menuju informan (misalnya tentang acara atau tatacara nyadran kepada kaum atau modin). Jika di sesuatu lembaga atau daerah ada “yang dituakan” (di sekolah misalnya kepala sekolah, di perpustakaan kepala perpustakaan, di dusun kepala dusun), untuk menemukan informan sesuai dengan data yang ingin dihimpun, dapatlah pertama-tama menghubungi orang yang dituakan tersebut. Ingat, yang bersangkutan bukan informan, hanya sebagai tempat awal bertanya tentang informan yang dicari. Informan, dengan demikian, bukan semua orang yang memberikan informasi apapun, melainkan yang mampu atau bisa memberikan informasi penelitian (memberikan data-data yang menjadi sasaran penelitian, atau tentang objek penelitian).
Informasi yang diperoleh dari keseluruhan informan (kunci dan bukan kunci) merupakan satu kesatuan informasi yang saling melengkapi (komplementer), bahkan dapat menjadi sarana “saling koreksi informasi” (semacam “trianggulasi”), tidak berdiri sendiri-sendiri. Informasi dari responden (subjek penelitian atau murni responden penelitian), di sisi lain, bersifat individual atau pribadi (pendapat pribadi, penilaian pribadi), sehingga bisa banyak pendapat atau penilaian pribadi yang berbeda-beda dari sekian banyak responden.
Di atas disebut-sebut “trianggulasi” [dari tri = tiga + angel (baca: aenggl = sudut, bukan aenjel =malaikat/bidadari); jadi "triangel"  berarti tiga sudut alias segi tiga. Sebutan segi tiga atau, tepatnya, tiga sudut itu sekedar untuk menyebut banyak (jama' atau plural). Maksudnya dari banyak sudut (sudut pendekatan, sudut pandang). Tegasnya trianggulasi itu memperbanyak sudut pendekatan (penghampiran, peninjauan). "Tri" dalam arti banyak itu  sama seperti orang Jawa menyebut "sewu" (seribu), misalnya pada Grojogan Sewu (air terjun di Tawangmangu), Candi Sewu (Prambanan), dan Lawang (pintu) Sewu (Semarang) yang sebenarnya tidak sampai berbilang seribu, tapi dimaksudkan banyak sekali (air terjunnya banyak sekali, candinya banyak sekali, pintunya banyak sekali). Juga nyuwun sewu (aslinya, atau lengkapnya, nyuwun sewu apunten = mohon banyak maaf) yang suka dilanjutkan dengan nderek langkung (numpang lewat). Urang Sunda memendekkannya menjadi "punten" (asli atau lengkapnya "nuhunkeun/nyuhunkeun dihapunten/pangapunten"). Sunda kuno ucapannya "sampurasun" (kira-kira: sampura, Sun = hampura, Ingsun; ingsun = saya; hampura dihaluskan jadi hapunten).
Dalam mengumpulkan data pada penelitian kualitatif, diseyogyakan dengan menggunakan trianggulasi atau banyak pendekatan (multimethods dan multirespondents/informen), yaitu tidak cuma mengumpulkan data atau informasi dari satu macam responden (misalnya para guru saja) atau satu informan (hanya kaum atau modin saja), dan tidak hanya menggunakan satu teknik pengumpulan data saja (misalnya hanya angket), melainkan beberapa macam responden (guru, murid, orang tua murid, tokoh masyarakat), beberapa informan (modin, kepala dusun, kiyai), dan beberapa teknik pengumpulan data (angket, wawancara, observasi, dokumenter).

2. Persyaratan pengambilan sampel (sampling)
Cara mengambil (pengambilan) sampel dari populasinya disebut dengan sampling. Cara pengambilan sampel akan menentukan ketepatan penggeneralisasian hasil penelitian dari sampel kepada populasinya. Penggeneralisasian hasil penelitian dari sampel dikatakan tepat apabila "sifat atau keadaan" yang ditunjukkan atau digam,barkan dari hasil penelitian terhadap sampel itu benar-benar cocok dengan sifat atau keadaan populasi tersebut. Sayur (dari penelitian terhadap sampel, cicipan) dikatakan kurang garam, misalnya, jika seluruh sayur (sebelanga atau sepanci) itu memang benar-benar kurang asin. Dikatakan tidak tidak tepat jika berdasar hasil penelitian (pencicipan) terhadap sampel sayur simpulannya sayur itu kurang garam, padahal dalam kenyataan secara kseluruhan sayur itu justru terlampau asin. Dikatakan tidak tepat, contoh lain, jika dari penelitian terhadap sampel dikatakan bahwa "semuanya senang menonton sinetron berbau misteri", tetapi dalam kenyataan para penonton sebagian besar tidak suka sinetron misteri.
Agar hasil penelitian dari sampel benar-benar dapat mencerminkan sifat atau keadaan populasinya, maka sampel itu harus benar-benar representafif, yaitu mencerminkan ciri-ciri kondisi populasinya. Dalam bahasa lain, sampel harus benar-benar mewakili populasinya. Jadi, jika populasinya beragam (dalam aspek tertentunya), maka sampelnya pun harus beragam pula seperti populasinya.
Oleh karena itu, sebelum mengambil sampel, hendaknya diketahui terlebih dahulu ciri-ciri kondisi populasinya. Berikut dipaparkan penggolongan ciri-ciri kondisi populasi (dalam hal ini populasi subjek dan atau responden penelitian) yang perlu diperhatikan dalam (untuk) pengambilan sampel.

3. Ciri-ciri kondisi populasi

a. Populasi seragam (homogen) dan beragam (heterogen)
Populasi penelitian disebut homogen apabila antar anggotanya relatif memiliki kesamaan ciri-ciri atau kondisi umum. Darah, misalnya, termasuk yang memiliki kesamaan sifat atau kondisi (berkaitan dengan golongan darah) di seluruh tubuh. Demikian pula dengan sayur (sayur asem, sayur lodeh dsb) pada saat dimasak (sedang mendidih). Maksudnya di bagian manapun dari belanga atau panci memasak, "rasa" sayur memiliki kesamaan. Orang Islam, di manapun, contoh lain, memiliki kesamaan, yakni kesamaan dalam hal pemelukan agama (soal ketataatan beragama tentu beragam).
Populasi penelitian dikatakan heterogen apabila memiliki ciri-ciri atau kondisi umum yang tidak sama di antara anggota-anggotanya. Ketidaksamaan itu dapat terjadi antara lain karena di antara anggota-anggotanya ada perbedaan dari aspek sebagai berikut.
(1) Strata atau lapisan. Misalnya:
(a) status ekonomi (perbedaan pemilikan harta benda): ada milyarder, jutawan, menengah, miskin, dan di bawah garis kemiskinan);
(b) tingkat pendidikan (tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh: ada yang berpendidikan PT, SMTA, SMTP, dan SD);
(c) lapisan kemasyarakatan atau sosial: ada kelompok elite, menengah, dan bawah atau "wong cilik";
(d) tingkatan "keilmuan keagamaan" (Islam) : ada kiyai, santri, dan "abangan");
(e) tingkatan usia: ada bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, dan lansia;
(f) tingkatan kelas di sekolah: ada Kelas XII, XI, X SMA; Kelas IX, VIII, VII SMP; dan Kelas VI, V, IV, III, II, I SD.

(2) Cluster[klaster] atau golongan, dan juga gugus atau kelompok. Misalnya:
(a) golongan berdasarkan pemelukan agama: ada yang beragama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu;
(b) jenis kelamin: ada laki-laki dan perempuan;
(c) pekerjaan: ada petani, PNS, pedagang, buruh bangunan, pegawai swasta, wirausahawan dllsb.
(d) kelompok atau gugus: guru di satu sekolah, murid di satu kelas, sekolah di satu gugus sekolah,.
Ada orang yang menyamakan cluster dengan strata, maksudnya sebutan strata sama dengan cluster (di dalamnya tercakup baik lapisan, maupun golongan).

(3) Area (wilayah), geografis dan atau administratif (juga ada yang menyebutnya strata). Misalnya:
(a) geografis: ada desa, pinggiran kota, kota, dan metropolitan;
(b) administratif: ada desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, propinsi.
Heteroginitas (keragaman) tersebut perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel manakala diduga atau diperkirakan akan membawa perbedaan terhadap hasil penelitian (sesuai objek yang diteliti). Misalnya, jika dianggap jenis kelamin tidak berkaitan dengan prestasi belajar, maka unsur jenis kelamin itu tidak perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel penelitian yang akan meneliti tentang prestasi belajar. Maksudnya, tidak harus unsur jenis kelamin laki-laki terwakili, perempuan juga terwakili. Jika yang diteliti mengenai selera menonton sinetron (jenis tayangan), mungkin jenis kelamin itu akan membuat perbedaan, jadi perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel. Jika perbedaan tingkat (kelas I, II, III di sekolah) diperkirakan akan mempengaruhi penilaian mengenai ketersediaan koleksi perpustakaan sekolah, contoh lain, maka dari tiap tingkat (kelas) itu harus ada sampel yang terambil.

b. Populasi terhingga, tak terhingga, dan tak jelas/tak pasti
Banyaknya anggota populasi ada yang terhingga (bisa dan mudah dihitung), ada pula yang tak terhingga (tak bisa atau tidak mudah dihitung). Murid di sesuatu sekolah, atau mahasiswa di sesuatu fakultas, dan karyawan serta guru/dosen yang ada di situ, jelas merupakan sesuatu yang bisa dan mudah dihitung. Bahkan di sesuatu kecamatan, kabupaten, propinsi, bahkan nasional pun masih bisa dan mudah dihitung (walau mungkin tidak tepat benar).
Jumlah “santri mukim” (yang mondok dan belajar di sesuatu pesantren) bisa dan mudah dihitung, tetapi jumlah “santri kalong” (yang hanya datang sore/malam hari untuk belajar agama di pesantren, kemudian pulang ke rumah masing-masing, mungkin tak terhingga (karena bisa kadang hadir kadang tidak, walau masih bisa dikira-kira). bahkan, jumlah orang yang suka (sukarela) mengikuti pengajian di sesuatu pondok pesantren besar (lebih-lebih di sekian banyak pesantren) mungkin menjadi tak terhingga, karena kehadirannya tidak ajeg. Apalagi (walau sekedar ilustrasi) banyaknya bintang di langit, atau pasir di pantai.
Bahkan, lebih dari sekedar tak terhingga, di antara populasi itu ada yang benar-benar tidak jelas jumlahnya. Andaikata seseorang akan meneliti pelaku kawin siri, misalnya, tentu tidak mudah mendapatkan data berapa banyak (karena siri sama dengan diam-diam). Begitu pula dengan banyaknya WTS, pengguna merek pasta gigi tertentu, pengguna narkoba, pencuri, pencopet dan pengutil, serta koruptor di sesuatu kabupaten. Tentu populasinya (banyaknya anggota populasi) tidak jelas.
Sekedar untuk merangkum, populasi terhingga adalah populasi penelitian (subjek dan atau responden) yang jumlah anggotanya bisa dan mudah dihitung; populasi tak terhingga adalah populasi penelitian (subjek dan atau responden) yang jumlah anggotanya sulit dan tidak mungkin dihitung; populasi tak jelas adalah populasi penelitian (subjek dan atau responden) yang jumlah anggotanya tidak bisa diketahui secara pasti jumlahnya, bahkan keberadaannya.
Berdasarkan kondisi atau ciri-ciri populasi seperti disebutkan di atas, maka ada teknik-teknik pengambilan sampel (teknik sampling) yang, paling tidak, disepakati para ahli metodologi penelitian, sebagai cara atau teknik yang dianggap akan mendapatkan sampel yang representatif atau mendekati representatif.
Teknik pengambilan sampel (sampling) ini akan dibicarakan dalam bagian (tulisan) berikut.

3. Total sampling (?)
Oh, ya, sebelum lanjut, perlu diinformasikan bahwa ada yang mengemukakan konsep dasar pengambilan sampel dengan menegaskan bahwa mengambil sampel seluruh anggota populasi jauh lebih baik dari mengambil sampel sebagian anggota populasi. Ini dinamakan sampel total (pengambilan sampel secara keseluruhan disebut  “total sampling”).
Konsep tersebut tentu menjadi kacau. Sampel suka diindonesiakan menjadi cuplikan; jadi sampling indonesianya mencuplik. Arti mencuplik adalah mengambil sebagian dari keseluruhan. Jadi, jika keseluruhan itu diambil, maka tidak ada cuplikannya. Bayangkan dengan kias “mencicipi” masakan, yang berarti mengambil sebagian kecil untuk dirasakan, tidak mengambil seluruhnya. Masak, nyicipi sayur sepanci dimakan semua? Jadi, total sampling dan sampel total itu istilah yang kacau balau. Meneliti seluruh anggota populasi kita sebut dengan studi populasi atau sensus. Sampel, ya sampel, sebagian saja dari populasi. Populasi ya populasi, tidak ada sampel sama dengan populasi.

SAMPEL, sampling, dan populasi penelitian (Bagian II: Teknik sampling II)

Mengingat tulisan tentang sampel, samping, dan populasi penelitian ini dipotong-potong menjadi beberapa bagian, maka sebelum masuk ke pembahasan bagian ini, perlu dirujuk ulang secara singkat apa yang penting dipahami terlebih dahulu.
Pertama, dalam penelitian ada subjek penelitian, yaitu seseorang atau sesuatu, apa saja, yang tentangnya (sifatnya, keadaannya, “attribute”-nya) penelitian akan dilakukan. Sifat atau keadaan (“attribute”) subjek yang akan diteliti itu disebut sebagai objek penelitian. Jika subjek penelitian banyak, maka keseluruhan subjek penelitian itu disebut populasi subjek penelitian. Setiap subjek penelitian merupakan anggota populasi subjek penelitian.

Kedua, ada kalanya penelitian, dalam arti pengumpulan data, dilakukan kepada/terhadap subjek itu sendiri, ada kalanya kepada/lewat orang lain. Siapapun yang “ditanyai” (dalam arti luas) mengenai sifat keadaan subjek penelitian itu, disebut responden penelitian. Jadi subjek penelitian bisa sekaligus menjadi responden penelitian, bisa juga tidak. Orang lain yang ditanyai mengenai sifat keadaan subjek merupakan responden murni (maksudnya yang bukan subjek penelitian). “Responden murni” yang jumlahnya banyak disebut populasi responden penelitian. Populasi responden penelitian jadinya merupakan keseluruhan responden penelitian. Setiap responden disebut anggota populasi responden penelitian.


1. Populasi tak terhingga dan tak jelas (tak pasti)
Populasi penelitian, apakah itu populasi subjek penelitian, ataukah populasi responden penelitian, ada yang jumlah anggotanya bisa dan mudah dihitung, ada yang tidak bisa atau tidak mudah dihitung. Oleh karenanya populasi penelitian dibedakan (oleh Penulis) menjadi tiga kategori. Pertama populasi terhingga, kedua populasi tidak terhingga, dan ketiga populasi tidak jelas atau tidak pasti.
Populasi terhingga adalah populasi yang anggota-anggotanya sangat mungkin dan bisa dihitung. Terhingga artinya ada hitungan tertentu, bisa dihitung jumlah atau banyaknya. Sebaliknya, tak terhingga artinya tidak bisa dihitung jumlah atau banyaknya. Ini seperti kalau orang mengucapkan, “Hutang budi kami kepadanya sungguh tiada terhingga.” Jadi, populasi tak terhingga adalah populasi penelitian yang jumlah anggotanya tidak bisa atau tidak mudah dihutung.
Pengambilan sampel dari populasi terhingga telah dibicarakan di muka. Teknik-teknik sampling yang telah dibicarakan, yaitu teknik simple random sampling, systematic sampling (teknik ordinal), stratified random sampling, cluster random sampling, dan area random sampling, semuanya berkaitan dengan populasi terhingga.
Oleh karena itu yang akan dibicarakan berikut adalah teknik pengambilan sampel (teknik sampling) dari populasi tak terhingga dan tak jelas atau tak pasti.
Seperti telah disebutkan pada uraiana terdahulu, populasi tak jelas atau tak pasti adalah populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak diketahui secara pasti, tidak jelas keberadaan dan jumlahnya. WTS, sebagai contoh, dapat diketahui umum keberadaannya–karena ada tempat-tempat tertentu yang biasa mereka ada di situ, akan tetapi tidak pasti banyaknya (tak bisa “dihingga”–karena sebagian tidak diketahui juga keberadaannya).
Di sisi lain, orang yang kawin siri, yang, walaupun “diketahui adanya” karena ada banyak ceritera dan kabar berita tentangnya, akan tetapi keberadaannya saja pun tidak diketahui secara pasti di mana, apalagi jumlahnya. Itu contoh populasi tak jelas atau tidak pasti. Contoh lain adalah keluarga yang sejahtera (sakinah, mawaddah, dan rohmah). Pasti ada yang demikian, tetapi di mana (keluarga yang mana saja) dan berapa jumlahnya, tak jelas, tak bisa dipastikan.
Berikut akan dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan populasi tak terhingga dan tak jelas serta sampel dan teknik pengambilan sampelnya.
Sebagai catatan, teknik-teknik yang akan dipaparkan ini bisa atau mungkin juga digunakan untuk mengambil sampel dari populasi terhingga, akan tetapi tentu akan menjadi “jelek” sekali representativitasnya, sehingga hasilnya (untuk generalisasi) menjadi tidak bisa dijamin keakuratannya.

2. Teknik-teknik nonprobability sampling
Seperti telah disebutkan, populasi (populasi subjek dan atau responden penelitian) tak terhingga adalah populasi yang jumlah anggotanya tidak bisa atau tidak mungkin dihitung, sehingga tidak diketahui secara pasti berapa jumlah anggota populasi tersebut, sedangkan populasi tak jelas atau tidak pasti adalah populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak jelas atau tidak bisa dipastikan jumlahnya.
Oleh karena anggota populasinya tidak diketahui secara pasti siapa saja dan berapa banyak, maka tidak mungkin mengambil sampel dari populasi tersebut secara adil, memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil menjadi sampel (probability sampling), atau mengambil sampelnya secara acak (random sampling). Oleh karena tidak memberi peluang yang adil, yang sama, kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel, maka teknik-teknik pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dan tidak jelas ini dikelompokkan ke dalam rumpun nonprobability sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil sebagai sampel, atau nonrandom sampling (cara pengambilan sampel yang tidak acak).
Apa saja teknik-teknik sampling (pengambilan sampel) yang nonprobability (nonrandom) itu, dan kapan atau terhadap populasi yang seperti apa cocok digunakan, akan dibahas satu per satu, disertai contoh penggunaan agar mempermudah yang akan menerapkannya dalam praktik.
3. Quota sampling
Teknik quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi tersebut.
Pada uraian terdahulu telah disebutkan bahwa penetapan banyaknya sampel yang akan diambil dengan quota sampling berbeda makna dan teknis dari penetapan jumlah sampel pada populasi terhingga. Pada populasi terhingga penetapan jumlah sampel yang akan diambil itu lazimnya bersifat “proporsional,” setidak-tidaknya memperhatikan “besaran atau banyaknya anggota populasi), sehingga sebanding atau mendekati sebanding jumlah anggota dalam populasi (bahkan selalu seiring dengan heteroginitas populasi), karena jumlah anggota populasi jelas hitungannya. Oleh karena jelas hitungan anggota populasinya, maka untuk representativitas, pengambilan sampel biasanya menggunakan persentase.
Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa diperhitungkan secara tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota populasi tidak diketahui secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya, nonrandom sampling.
Contoh:
Peneliti ingin mengetahui apa yang menjadi latar belakang (motivasi, niat) yang sesungguhnya dari para orang tua ingin menyekolahkan anaknya pada sekolah tertentu. Para orang tua di sini dimaksudkan mereka yang memiliki anak usia sekolah tertentu dan belum masuk ke sekolah tersebut (bukan orang tua murid, melainkan orang tua anak usia sekolah).
Keinginan para orang tua itu tentu bisa benar-benar dilaksanakan, bisa pula tidak. Kenapa? Jika sekolah itu sekolah yang termasuk elit, mungkin saja ada orang tua yang dalam hatinya ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut, tetapi tidak bisa karena tak mampu dan alasan lainnya. Jadi, keinginan (motivasi, niat) itu sebenarnya ada, tapi tidak hendak (karena tidak bisa atau tidak mungkin) diaktualisasikan (diwujudkan).
Dengan “status” seperti itu maka jumlah populasi orang tua tersebut menjadi tak terhingga, karena orang tua anak usia sekolah yang “berkeinginan” itu bisa tak diketahui secara pasti. Ini berbeda dengan jumlah orang tua yang benar-benar mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yang bisa dipastikan jumlahnya akan terhingga, bisa dihitung, karena tercatat sebagai pendaftar (lebih-lebih yang benar-benar anaknya diterima).
Oleh karena berkeadaan seperti itu, maka peneliti dapat menetapkan besaran “kuota” sampel yang akan diambil dengan memperhitungkan yang mendaftar dan perkiraan banyaknya yang sebenarnya berkeinginan tadi. Jelasnya: Jika yang medaftar ada 200 orang–yang diterima mungkin hanya 90 orang–berapa kira-kira yang tidak mendaftar tetapi berkeinginan?
Catatan:
Jika penelitian ini melibatkan orang tua anak usia sekolah yang benar-benar mendaftarkan anaknya dan yang tidak mendaftarkan anaknya (tetapi berkeinginan tadi), maka ada dua subpopulasi dari populasi orang tua anak usia sekolah yang berminat mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yaitu (1) yang benar-benar mendaftar, dan (2) yang potensial (ada keinginan) mendaftar tapi tidak mendaftarkan anaknya.
Dari yang mendaftar (karena tercatat, jumlahnya pasti, jadi merupakan subpopulasi terhingga) tentu dapat diambil sampel dengan teknik-teknik probability sampling. Sampel yang akan diambil dengan quota sampling adalah sampel dari para orang tua yang berkeinginan tetapi tidak mendaftar.
Apabila penelitian dilakukan jauh hari sebelum masa pendaftaran dilakukan, maka populasinya secara sekeluruhan bersifat tak terhingga (hanya ada “satu” populasi, tidak terdiri atas “dua subpopulasi”), karena yang mendaftar belum ada. Oleh karenanya maka sampelnya dapat diambil dengan teknik quota sampling.

4. Purposive sampling
Istilah purposive sering diterjemahkan bertujuan, karena purpose artinya maksud atau tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya sebagai pengambilan sampel “with purpose in mind” (dengan tujuan atau maksud tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak jelas (tujuan apa?). Itu makanya disebut benar tapi tidak betul, karena tak jelas.
Kalau membuka kamus (buka kamus yang “besar” semisal Oxford Advances Learner’s Dictionary), akan tertemukan bahwa memang salah satu arti purpose adalah tujuan. Tapi tentu dalam hal ini bukan itu yang dimaksud, karena tidak ada pengambilan sampel yang tidak punya tujuan, apalagi menelitinya. Jika dibaca lebih cermat kamus tersebut, maka akan ditemukan arti lain dari purpose, antara lain kesengajaan (“intention”), tidak sekedar secara kebetulan (“accidental“); juga berarti alasan (“reason“) tertentu; dan juga tuntutan keadaan tertentu (the requirements of a particular situation) atau, jelasnya, menurut persyaratan tertentu.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) sampel (jangan lupa yang mencerminkan populasinya).
Misalnya yang diperlukan sebagai sampel adalah “perempuan pengguna sepeda motor tipe laki-laki (bukan bebek dan sejenisnya)”–karena yang sedang dicari (jadi, populasinya) adalah perempuan-perempuan pengguna sepeda motor tipe laki-laki. Hati-hati, populasinya bukan semua pengguna sepeda motor, sepeda motor jenis atau tipe apapun. Hati-hati pula, bukan “pengguna motor: kasus perempuan pengguna motor laki-laki.” Juga hati-hati: bukan pengguna sepeda motor laki-laki: kasus perempuan. Populasinya semua perempuan pengguna sepeda motor laki-laki (artinya, atau definisi operasionlanya: perempuan yangselalu atau sering kali jika bepergian menggunakan sepeda motor jenis itu, apapun yang menjadi latar belakangnya).
Dalam kasus tertentu, Penulis lebih suka menyebut purposive sampling dalam istilah bahasa Jawa sebagai teknik pengambilan sampel secara “njujug“, “menuju langsung ke “tempat” (area, wilayah, lokasi) tertentu yang banyak anggota populasi dimaksud berada.
Jadi, KEJAR sampel di mana berada!
Contoh:
Jika ingin meneliti anak-anak jalanan, datangilah (untuk mengambil sampel) perempatan-perempatan jalan raya. Kenapa? Karena di situ anak-anak jalanan sering melakukan aktivitas ngamen dan meminta-minta. Jadi, jelas tidak perlu dengan teknik area sampling (area geografis dan atau administratif). Maksudnya, memilih-pilih (menyampel) area, lalu dari area-area tersampel itu dicari anak-anak jalanannya. Muspro, mubazir, gitu kira-kira. Sebab, bisa jadi dari area tertentu malah tak tertemukan anak jalanan itu.
Jika ingin meneliti “ayam-ayam kampus” (maaf lho, karena ini sudah “populer” alias diketahui “populi” atau orang banyak) contoh lainnya, datangilah tempat-tempat yang biasa dipakai “praktek lapangan” mereka, bukan di kampus [Dimarahi Rektor, nanti, hehe. Tentu juga, jangan tanya saya di mana mereka ngetem, tentu saja, hehe! Mana tahu?! Eh, belum tahu, belum berkepentingan, sih. Hus, untuk penelitian, maksudnya, bukan kepentingan lain!Heheh . . . Tanya "informan"-nya saja, lah! Informannya siapa, gak tahu juga aku!]. Nah, jadi, lalu, ambillah sampel mereka di atau dari tempat mangkalnya itu.
Dengan cara seperti itu, maka:
(1) Tuntutan mendapatkan sampel yang sesuai atau pas (yang termasuk anggota “anak jalanan” atau “ayam kampus”) pasti tecapai.
(2) “Secara sengaja” (baca: terencana; purposive) mencari anggota populasi “njujug langsung ke tempat tertentu” punya alasan logis, karena jelas lebih efektif dan efisien, daripada mencari-cari ke mana-mana yang belum tentu menemukan apa yang dicari.
Ambil contoh Anda akan meneliti kasus tawuran pelajar. Sudah diketahui umum bahwa yang suka tawuran itu hanya dari beberapa sekolah tertentu saja (antar sekolah tertentu). Jadi, secara sengaja (purposive) Anda lakukan perburuan (hunting) sampel murid yang suka tawuran ke sekolah-sekolah tertentu itu saja, tak perlu semua sekolah dimasuki, atau disampel. Di sekolah itu saja pun mungkin Anda harus cukup lama berakrab-akrab dulu dengan murid-murid sebelum mendapatkan sampel para petawur itu. Jangan begitu datang langsung “to the point” (togmol, kata orang Sunda) mencari dan mewawancarai petawur. Bisa terjebak, salah “tangkap,” dan mendapatkan informasi yang bias. [Hehehe . . ., maaf, jangan suka main "tangkap dulu urusan belakang" kayak oknum polisi-polisi yang tidak profesional--ditangkap, dianggap teroris, lalu dilepas, tak terbukti! Bikin trauma dan stres orang saja!].
Ada pula yang memberi makna purposive sampling itu sebagai pengambilan sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan. Jadi ini akan sama dengan opportunistic (incidental, acidental) sampling. Misal dalam polling (jajag pendapat) seseorang peneliti (observer) mencegat orang-orang yang lewat untuk ditanyai. Barangsiapa sesuai ketentuan (kriteria sampel) maka langsung diambil sebagai sampel, yang tidak memenuhi kriteria dibiarkan lewat. Sekali lagi, cara seperti itu lebih lazim disebut dengan opportunistic (accidental, incidental) sampling (mengambil sampel siapa saja yang kebetulan pas untuk menjadi sampel).
Dalam penelitian kualitatif sampel lazim diambil secara purposive. Ini juga maknanya sama, yakni “njujug,” hanya saja yang dijadikan “jujugan” (tujuan) bukan tempat, melainkan orang (subjek/reponden penelitian). Jelasnya, yang “dituju” adalah orang-orang tertentu yang (dengan alasan atau latar belakang logis) memenuhi persyaratan (tuntutan persyaratan) sebagai “responden” (yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian). Ini hampir mirip dengan informan (narasumber) penelitian. Jangan lupa, bedanya, informan tidak memberikan informasi pribadi, melainkan informasi kelembagaan. Sampel penelitian kualitatif yang purposive tadi, tetap memiliki ciri individual, pribadi. Artinya, keindividuannya itu yang diteliti. Ia tidak mewakili kelembagaan (apapun lembaga, organisasi dsb).
Purposive sampling suka juga disebut judgmental sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh karenanya agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar benar-benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian (memperoleh data yang akurat).
Berapa banyak sampel purposif diambil? Rumusnya sederhana: sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian yang mencerminkan (representatif) keadaan populasi. Maksudnya, data dari sampel purposif tersebut dianggap sudah bisa menggambarkan (menjawab) apa yang menjadi tujuan dan permasalahan penelitian. Tentu tidak bagus kalu cuma satu dua orang. Sebanyak mungkin jauh lebih baik. Angka pasti? Tidak ada. Perhatikan perkiraan “anggota populasi” yang ada di “area” (contoh: tempat mangkal anak jalanan dan ayam kampus tadi) ada berapa banyak, lalu ambillah sebanyak mungkin).
Hati-hati dengan kasus “ayam kampus.” Bisa jadi ini termasuk jenis populasi tidak jelas atau tidak pasti (tidak jelas keberadaannya dan tidak pasti jumlahnya). Dalam kasus ini gunakan teknik sampling untuk populasi tak jelas/tak pasti (uraian berikut).

5. Convenience dan incidental (accidental, opportunistic) sampling
Istilah convenience sampling sering disamamaknakan dengan incidental sampling dan accidental sampling. Convenience artinya mudah atau kemudahan atau kenyamanan (dalam arti tidak memberikan kesulitan atau kesusahan). Incidental artinya tidak secara sengaja, secara kebetulan, atau sampingan (bukan yang pokok atau utama). Accidental artinya (salah satu yang cocok dengan pengambilan sampel) adalah tidak secara sengaja, atau secara kebetulan. Opportunistic artinya juga secara kebetulan. Jadi, incidental, accidental, dan opportunistic mempunyai makna yang sama.
Convenience sampling maksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan. Misalnya yang terdekat dengan tempat peneliti berdomisili.
Incidental (accidental, opportunistic sampling) maksudnya mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi tertentu.
J           adi, sebenarnya antara convenience sampling dan incidental (accidental, opportunistic) sampling ada perbedaan, yaitu pada convenience sampling pengambilan sampel secara sengaja (sengaja yang mudah), sementara pada incidental (accidental, opportunistic) faktor kesengajaan tidak menjadi pokok, faktor kebetulan justru yang paling menonjol (mencari-cari sampai secara “kebetulan” mendapatkan sampel yang dikehendaki). Akan tetapi semuanya mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama menempuh cara yang relatif paling mudah, yang tidak menyulitkan. Hanya saja pada incedental (accidental, opportunistic) sampling kemudahan itu dilihat dari sudut “asal menemukan yang memenuhi ketentuan atau persyaratan,” sementara pada convennience sampling faktor kemudahan itu dilihat dari keterjangkauan (tempat dan hubungan).
Jadi, ketemu pegang! Maksudnya, jika menemukan yang sesuai kriteria, pegang (ambil) sebagai sampel.
Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui partisipasi orang tua murid dalam meningkatkan prestasi belajar anak-anaknya. Peneliti mengambil sebagai sampel tetangganya, temannya, kerabatnya, sejawatnya, dan kenalannya yang semuanya termasuk kategori “anggota populasi penelitian” (dalam hal ini orang tua murid). Ini termasuk convenience sampling, pengambilan sampel dengan cara yang paling mudah, paling tidak sulit, paling nyaman.
Peneliti lain ingin mengetahui bagaimana komentar mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (FIP UNY) mengenai tampilan dan isi Tatangmanguny’s Blog. Tentu yang jadi populasi adalah mahasiswa yang pernah membuka blog tersebut, tidak semua mahasiswa FIP UNY. Mencarinya tentu tidak mudah. Populasinya tak terhingga. Harus ditanya satu per satu. Jika ada yang kebetulan pernah membukanya, jadilah pertanyaan dilanjutkan, dan para mahasiswa tersebut terambillah jadinya sebagai sampel (opportunistic, incidental, accidental samples).
Berapa banyak sampel yang akan diambil? Sama dengan contoh purposive sampling di atas, yaitu sampai merasa dari sampel yang terjaring tersebut cukup mendapatkan gambaran (kejelasan) jawaban permasalahan penelitian. Angka pasti? Juga tidak ada.

6. Snowball sampling
Orang-orang, terutama anak-anak, di daerah bersalju, suka bermain-main dengan bola salju (snowball). Bukan lempar-lemparan, melainkan menggelindingkan bola salju itu dari bukit ke lembah, ke bawah. Bola yang digelindingkan hanya sekepalan tangan. Pada ketika menggelinding itu, ada salju yang ikut menempel ke bola sekepal tadi. Makin ke bawah jadinya makin banyak salju yang menempel, dan makin membesarlah bola salju tersebut.
Pengambilan sampel dengan teknik snowball sampling gambarannya seperti menggelindingkan bola salju sekepalan tangan anak tadi. Di ketika populasi penelitian tidak jelas keberadaannya, dan tidak pasti jumlahnya, temuan satu sampel saja sudah sangat amat berarti. Dari sampel pertama itu dicarilah (diminta informasinya) mengenai “teman-teman” sampel lainnya.
Nah, sebentar, perlu didefinisikan dulu apa itu snowball sampling, karena definisi itu diperlukan untuk dikutip mahasiswa (siapapun yang akan meneliti, tentunya).
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang tidak jelas keberadaaan anggotanya dan tidak pasti jumlahnya dengan cara menemukan satu sampel, untuk kemudian dari sampel tersebut dicari (digali) keterangan mengenai keberadaan sampel (sampel-sampel) lain, terus demikian secara berantai.gulung salju 1

Ambil contoh akan meneliti para pengguna narkoba. Jika sudah tertemukan satu orang pengguna, dari orang tersebut digali infomrasi siapa saja teman atau teman-temannya yang sama-sama suka mengkonsumsi narkoba. Dari temannya tadi dicari lagi informasi siapa teman atau teman-teman lainnya. Begitu seterusnya, sampai sampel dirasa cukup untuk memperoleh data yang diperlukan, atau sampai “mentog” sudah tidak terkorek lagi keterangan sampel lainnya siapa dan di mana, atau sampai data yang diperoleh dipandang sudah cukup memadai untuk menjawab permasalahan penelitian.
Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain” (Young, dikutip oleh Koentjarangningrat, 1991;23). Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata “dapat diobservasi”.
Apabila seorang peneliti melakukan suatu observasi terhadap suatu gejala atau obyek, maka peneliti lain juga dapat melakukan hal yang sama, yaitu mengidentifikasi apa yang telah didefinisikan oleh peneliti pertama. Sedangkan definisi konseptual, definisi konseptual lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi”. Karena definisi konseptual merupakan suatu konsep yang didefinisikan dengan referensi konsep yang lain. Definisi konseptual bermanfaat untuk membuat logika proses perumusan hipotesa.
Contoh;
Komponen Penyusunan Definisi Operasional adalah;
  1. Variabel (Gagal Ginjal)
  2. Definisi (Adalah suatu kondisi gangguan kesehatan pasien yeng telah ditetapkan oleh dokter mengalami gangguan gagal ginjal).
  3. Hasil Ukur (Hasil dari diagnosa medis terhadap pasien/ responden) dg kriteria jawaban Diagnosa medis pasien gagal ginjal =Ya Diagnosa Medis Tidak gagal Ginjal= Tidak
  4. Skala Data (nominal)
  5. Cara ukur (melalui Dokumen Status pasien)

RANCANGAN PENELITIAN / RESEARCH DESIGNAN OVERVIEW

  Definisi
Rencana penelitian yang memuat strategi dan struktur penelitian yang diatur untuk menjawab masalah penelitian

Suatu rencana, struktur dan strategi penelitian untuk menjawab permasalahan yang dihadapi dengan melakukan pengendalian berbagai variabel yang berpengaruh terhadap penelitian
Cakupan
  Identifikasi masalah
  Perumusan hipotesis
  Operasionalisasi hipotesis
  Analisis data
Fungsi
  Penuntun dalam penelitian
  Untuk setiap tahap penelitian
  Alat pengendali variabel penelitian
Pengendalian terhadap variabel penelitian
  1. Optimalisasi varians penelitian
  2. Pengendalian variabel luar
  Memilih subjek penelitian dengan kondisi variabel luar  yang homogen
  Randomisasi subjek
  Pengelompokan secara matching
  1. Memperkecil varians kesalahan hasil pengukuran
Rancangan penelitian kesehatan berdasar klasifikasi penelitian

PENELITIAN DESKRIPTIF
  Adalah penelitian yang menjelaskan data dan karakteristik populasi atau fenomena yang dipelajari
  Menjawab pertanyaan : siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana (who, what, when, where, how).
  Data yang disajikan berdasarkan fakta, akurat dan sistematik
  namun tidak dapat menjelaskan penyebab (why), tidak dapat menerangkan hubungan sebab akibat (satu variabel mempengaruhi variabel lain)
Penelitian observasional deskriptif
  Observasi
  Bertujuan melakukan deskripsi thd fenomena tanpa mencoba menganalisis mengapa fenomena tersebut dapat terjadi
Langkah-langkah penelitian deskriptif
  1. Memilih masalah yg akan diteliti
  2. Merumuskan dan membatasi masalah à studi pendahuluan
  3. Merumuskan hipotesis (tidak harus)
  4. Merumuskan dan memilih teknik pengumpulan data
  5. Menentukan kriteria untuk klasifikasi data
  6. Menentukan alat pengumpulan data
  7. Pengolahan data
  8. Menarik kesimpulan
Jenis penelitian deskriptif(1) Seri kasus
  Deskripsi tentang ciri yang menarik dari sekelompok kasus
  Tanpa hipotesis, kontrol, rencana
  Tidak memberi konklusi
  Guna: prekursor untuk studi berikutnya
  Contoh: pemberian vasodilator memberi kesan dapat menyelamatkan pasien yang biasanya meninggal pada luka bakar berat
  Pemberian MgSo4 pada kasus preeklamsia biasanya dapat menimbulkan atonia uteri
Jenis penelitian deskriptif : studi evaluasi
  Untuk menilai suatu program
  Hasilnya digunakan untuk perbaikan atau peningkatan program
  Evaluasi Program KB Nasional
  Evaluasi program pemantauan gizi ibu hamil dan balita di puskesmas
  à Uji kebijakan publik
Jenis-jenis penelitian deskriptif(2)survei
  Survei rumah tangga
  Survei morbiditas
  Survei analisis jabatan
  Survei pendapat umum
Jenis penelitian deskriptif : studi kasus
  Meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal
  Terhadap kasus unik atau khusus
  Misal
  Pre-eklampsia berat pada primigravida tua dengan Down Syndrome
Jenis penelitian deskriptif : studi perbandingan
  Membandingkan persamaan atau perbedaan sebagai fenomena untuk mencari faktor-faktor apa, atau situasi yang menyebabkan timbulnya peristiwa tertentu
  variabelnya masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu
  Contoh :
  adakah perbedaan produktivitas kerja antara pegawai Negeri dan Swasta. Pegawai Negri dan Swasta adalah sampel yang berbeda
  Perbedaan efektivitas pemakaian KB suntik dan KB pil
PENGOLAHAN DATA
Mencakup
pengukuran tendensi sentral :
  Mean
  Median
  Mode
Variabilitas :
  Range
  interquartile range
  Variance
  standard deviation.
contoh
Data : 3,4,5,5,6,6,6,7,7,8,8,9
Mean : ?
Median : ?
Modus : ?
Reliabilitas dan Validitas
Masalah reliabilitas (keterandalan) dan validitas pengukuran (kesahihan) merupakan 2 hal pokok dalam penelitian yang tidak boleh ditinggalkan. Reliabilitas didefinisikan sebagai keterandalan alat ukur yang dipakai dalam suatu penelitian. Apakah kita benar-benar dapat mengukur dengan tepat sesuai dengan alat atau instrumen yang dimiliki.
Dikenal beberapa jenis reliabilitas, yaitu berikut ini.
1.      Intercoder dan intracoder, yaitu pemberian kode dari luar dan dari dalam.
2.      Pretest, yaitu pengujian atau pengukuran perbedaan nilai antara juri-juri pemberi nilai.
3.      Reliabilitas kategori, yaitu derajat kemampuan pengulangan penempatan data dalam berbagi kategori.
Validitas adalah kesahihan pengukuran atau penilaian dalam penelitian. Dalam analisis isi, validitas dilakukan dengan berbagai cara atau metode sebagai berikut.
1.      Pengukuran produktivitas (productivity), yaitu derajat di mana suatu studi menunjukkan indikator yang tepat yang berhubungan dengan variabel.
2.      Predictive validity, yaitu derajat kemampuan pengukuran dengan peristiwa yang akan datang.
3.      Construct validity, yaitu derajat kesesuaian teori dan konsep yang dipakai dengan alat pengukuran yang dipakai dalam penelitian tersebut.